TV & Movies
Review Film Extraction, Film Aksi Netflix yang Bukan Kaleng – Kaleng
GwiGwi.com – Tepat 24 April lalu Netflix merilis film aksi yang dibintangi oleh Chris Hemsworth serta debut penyutradaraan dari Sam Hargrave, dan film Ini diproduseri oleh Russo Brothers yang sukses dengan proyek Marvel Cinematic Universe the Infinty saga.
Filmnya sendiri menceritakan tentang Tyler Rake. Seorang pembunuh bayaran tak kenal takut yang menerima misi berbahaya yaitu menyelamatkan seorang anak dari Manhajan yang merupakan ketua gangster India bernama Ovi (Rudraksh Jaiswal) yang diculik oleh kriminal kelas kakap dari Amir Asif yang merupakan rivalnya dari Bangladesh. Namun, misi tak berjalan mulus. Karena Amir merupakan orang yang berpengaruh sehingga dapat melakukan apa saja termasuk menyuap polisi untuk tutup seluruh kota sehingga menyulitkan Tyler membawa Ovi kembali ke India. Tapi sejarah panjang Tyler yang kehilangan anaknya membuatnya berusaha untuk tetap menyelamatkan Ovi meskipun resiko tertangkap sangat besar.
Netflix belakangan Ini memang tak tanggung-tanggung dalam menggelontorkan uang untuk menciptakan film aksi berskala besar. Lihat saja 6 Underground milik Michael Bay dan Ryan Reynolds. Di film ini, Netflix mau mendanai adegan aksi yang memukau dari debut pertama sutradara Sam Hargrave yang sebelumnya bekerja sebagai penata laga untuk Deadpool 2 dan Avengers : Endgame. No wonder, Hargrave mampu memanfaatkan pengalamannya menghadirkan berbagai adegan aksi mendebarkan. Serta anggaran $65 juta dari Netflix, setara dengan budget film yang tayang di bioskop.
Ada banyak hal yang bisa dilihat dari film Extraction; aksi tingkat tinggi, koreografi baku hantam, serta pengambilan gambar yang memukau. Bahkan ada satu adegan aksi dengan teknik pengambilan gambar one-shot selama 12 menit di pertengahan cerita. Untuk sebuah debut sutradara yang memukau menurut saya, sepertinya Sam Hargrave akan dapat proyek film action lagi kedepan nya kelak.
Di sisi lain, Joe Russo dan Anthony Russo menjadi penulis naskah sekaligus produser, berdasarkan cerita yang diambil dari novel grafis karangannya berjudul Ciudad. Sumber aslinya berlatar di Ciudad del Este, Paraguay. Namun film ini beralih ke India, negara dunia ketiga lainnya. Seperti yang sering dilakukan film Amerika lainnya.
Dari sisi plot dan jalan cerita terasa klise khas film-film “kulit putih” Hollywood; pembunuh bayaran berkulit putih yang mencoba menjadi pahlawan di negara berkembang. Gak jauh beda dengan tipikal film-film action Hollywood yang sudah ada. Alur cerita juga tidak banyak dialog. Di awal film dimulai, penculikan Ovi sudah terjadi yang merupakan awal dari masalah di film tersebut. Misi penyelamatan pun dimulai. Lalu sejak saat itu, tidak ada jeda untuk adegan aksi, kecuali adegan Amir yang tengah mengintimidasi anak-anak Dhaka.
Secara keseluruhan, film Extraction masih mampu menawarkan tontonan yang menegangkan dan cukup menghibur. Tak begitu berat dengan cerita yang ringan dan gampang dicerna. Boleh lah untuk menemani aktivitas gwiples selama #dirumahaja biar gak bosen-bosen amat di tengah PSBB pandemi Covid-19 Ini. Semoga semua segera berakhir dan kondisi dunia juga membaik ya gwiples!.
TV & Movies
Review Film Joker: Folie a Deux, that’s all folks!
www.gwigwi.com – Pasca insiden di film pertama, Arthur Fleck (Joaquin Phoenix) menghabiskan waktu sehari-hari di Arkham Asylum.
Ia pun tersiksa dan tertindas karena setiap hari karena dipaksa untuk melempar lelucon kepada sipir penjara sembari menunggu proses hukum terhadap dirinya.
Ia pun bertemu Harleen Quinzell, yang mendewakan sosok Joker dan juga memperkenalkan musik sebagai coping mechanism atas apa yang diderita oleh Arthur.
Jujurly, menurut gue gak semua film yang sukses secara kualitas maupun komersial harus ada sekuelnya dan jika “dipaksakan” akan aneh jadinya. Mungkin hal tersebut berlaku juga di film ini.
Namun layaknya sebuah sekuel, gue suka dengan kompleksitas karakter Joker yang merupakan sebab akibat dari film pertamanya yang makin karismatik yang dimana ia mampu mengendalikan massa dan sosok Harley Quinn.
Ada sesuatu yang baru di film ini yaitu elemen musikal yang dieksekusi malu-malu kucing maksud hati ingin terkesan stylish, namun di sisi lain ingin tetap menjadi crime dan psychological drama.
Namun output dari film ini memiliki hasil yang kurang seimbang transisi antara kedua elemen ini pun gak berjalan smooth.
Performa Lady Gaga pun disini terkesan seperti potensi yang di sia-siakan. There’s no room for her untuk menunjukkan kualitas bermusik dan berakting. Padahal Gaga punya track record yang cukup oke ketika ia bermain film.
Lain halnya dengan Joaquin Phoenix yang asik aja dan mampu bergonta-ganti persona sebagai Arthur Fleck dan Joker semudah membalikkan telapak tangan di sepanjang film.
Di film ini juga dinamika “asmara” antara Joker dan Harley disini sangat eye catchy untuk diikuti dan dikemas dengan lagu-lagu lawas nan asik bikin kita SING-a-long di sepanjang film.
Akhir kata, Joker: Foile a Deux merupakan sajian film yang dicukupkan saja di film pertama. Kalau tetap membuat formula crime dan drama tanpa elemen musikal gue rasa akan lebih mudah diterima oleh audiens.
TV & Movies
Review Film LEMBAYUNG, Teror Sexual Abuse Yang Lemah
www.gwigwi.com – Arum (Yassamin Jasem) dan Pica (Taskya Namya) menjalani praktek kuliah kedokteran di Rumah Sakit Lembayung. Mereka langsung di tolak Dokter Ringgo (Oka Antara) yang hanya menginginkan anggota medis lelaki. Meski akhirnya tetap bisa praktek, kedua mahasiswi itu mulai merasakan beragam keanehan dan perlahan terkuak rahasia gelap di sana….
LEMBAYUNG sebenarnya mempunyai pesan yang mulia mengenai pelecehan seksual yang kontemporer. Dari karakter Arum sebagai sudut pandang korban di mana dimainkan dengan baik oleh Yasamin, terlihat penderitaan yang sulit terkatakan dan hanya bisa disimpan tapi dianggap normal oleh pelaku seperti karakter Heru (Ence Bagus).
Scare dan ketegangannya pun boleh juga untuk beberapa momen. Tantri (Anna Jobling) yang menghantui Lembayung mampu tampil creepy dan untuk momen menyentuh dia cukup berhasil.
Sayangnya segala potensi film baik pesan atau akting terasa percuma melihat banyaknya kekurangan LEMBAYUNG.
Durasi banyak dihabiskan untuk sekedar melihat keseraman saja tanpa arah yang jelas film mau ke mana. Karakter kebanyakan berlaku pasif, seolah sebagai samsak derita saja. Scare pun terlalu lama dan diberikan kejutan yang sepertinya ingin “shock” penonton tapi justru berakhir konyol. Logika yang diterabas asal adegan seram bisa terus berlanjut. Kemudian adegan frontal baik pelecehan dan sadisme yang tidak perlu.
Sutradara perdana Baim Wong sepertinua masih harus banyak belajar mengenai esensi ceritanya, sensitivitas di dalamnya dan bagaimana menyampaikannya. Jawabannya saat press conference begitu ditanya soal hal-hal sensitif dari filmnya, rasanya menunjukkan masih kurangnya koneksi beliau akan temanya sendiri dan definitely leave a lot to be desire.
LEMBAYUNG barangkali peringatan untuk awareness soal isu patriarki dan soal sexual abuse, tapi kalah oleh lemahnya storytelling dan keinginan besarnya untuk menunjukkan horror yang, maaf, murahan.
TV & Movies
Review Film NEVER LET GO, Horor ala dongeng kelam
www.gwigwi.com – Junebug (Halle Berry) dan kedua anaknya; Sam (Anthony B. Jenkins) dan Nolan (Percy Daggs IV) pergi keluar rumahnya di tengah hutan antah berantah untuk pergi mencari makan. Ketiganya mengenakan tali yang terhubung dengan rumah. Mereka berjanji dengan sepenuh hati untuk tidak melepaskannya. Tali yang mengamankan mereka dari godaan iblis di hutan…
NEVER LET ME GO memilliki premis high concept sederhana yang tampaknya mudah sekali dibuat menjadi horror klise nan mudah ditebak. Menariknya, sedari pada membuatnya film horror biasa, film memiliki nuansa layaknya cerita dongeng yang kelam.
Mulai dari penggunaan chapter, setting hutan yang seperti kisah Hensel and Gretel dan nuansa mistis supranatural non abrahamic religius yang menyelimuti. Momen terbaiknya adalah saat film berasa seperti kisah folk tale ala amerika bagian selatan. Menjadikan NEVER LET GO berasa unik dan punya identitas sendiri.
June tampak paranoid berlebihan akan iblis di hutan. Samuel mau mempercayainya tapi Nolan mulai meragukan ibunya. Apalagi saat Koda, anjingnya, menjadi taruhan.
Apakah si iblis benar ada atau hanya godaan dari situasi mereka yang penuh putus asa? Film memainkan suspense tersebut dan sebagian besar cukup berhasil hingga membuat NEVER LET GO menjadi pengalaman unik dibanding horror lain.
Hanya saja begitu sampai pada jawabannya, boleh jadi kurang memuaskan. Agak membuat bingung apa kesimpulan film ini; ingin bicara soal konflik psikologis kah? Selamat dari monster? Atau keduanya?
Rasanya jawaban dari klimaksnya terlalu ingin meraup semua tapi justru berakhir gamang. Tidak dengan pembangunan ketegangannya yang diadegankan dengan efektif dan diakhiri dengan scare yang menghantam.
NEVER LET GO barangkali eksperimen menarik dari tipikal premis high concept yang biasanya ambil jalur aman saja. Film ini mau melangkah lebih jauh di luar zona aman dan serius menghadirkan sesuatu yang berbeda.
-
TV & Movies4 weeks ago
Review Film BEETLEJUICE BEETLEJUICE, SAME OLD WITH LESS CHARM
-
Gaming3 weeks ago
Review P3R Episode Aigis: Ungkap Kebenaran yang Sesungguhnya
-
Music3 weeks ago
WHITE SCORPION Akan Segera Merilis Album Berjudul ‘Ugoku Kuchibiru’
-
TV & Movies3 weeks ago
REVIEW FILM SPEAK NO EVIL, it’s okay to say no
-
Gaming3 weeks ago
Proyek Ulang Tahun ATLUS ke-35 Metaphor: Refantazio Tujuan Perjalanan dan Menjelajahi Dunia Terungkap
-
Smartphone3 weeks ago
POCO Fans yang Mau #POCOnyaBeraksi Menaklukkan PUBG Mobile, Pantang Melewatkan Promo POCO F6!
-
Event2 weeks ago
Genshin Impact Merayakan Anniversary Keempat dan Ekspansi Tahunannya dalam Acara Khusus Fan Art Genshin Impact di HoYoFair yang Akan Tayang pada 21 September
-
TV & Movies2 weeks ago
Review Film NEVER LET GO, Horor ala dongeng kelam