Connect with us
Maaf Anda Melihat Iklan

TV & Movies

Review: Stand by Me Doraemon, Persahabatan yang Abadi

Published

on

GwiGwi.com – Akhirnya film Stand By Me Doraemon tayang di Indonesia. Film yang diadaptasi dari manga dan anime berjudul sama ini sangat melebihi ekspetasi gwimin dalam hal jumlah penonton. Penjualan tiket sudah dibuka seminggu sebelum tanggal penayangan dan pada saat hari H, bioskop didaerah Jakarta khususnya sudah dipenuhi para penggemar robot berwujud kucing ini. Di salah satu bioskop contohnya, dari penayangan pertama dipagi hari hingga malam semua sudah full booked.

Berkesempatan menonton di hari ketiga dari tanggal perilisan merupakan suatu keajaiban rasanya. Penonton film ini bervariasi, dari anak-anak hingga orang dewasa, pasalnya penayangan anime Doraemon di Indonesia sendiri sudah berusia 20 tahun lebih, para orang dewasa yang menonton film ini akan kembali bernostalgia dengan masa kecil mereka.

Cerita dimulai dari suatu waktu dimana Nobita, anak SD yang malas, tidak pandai disekolah serta sering dibully, kedatangan robot berwujud kucing dari masa depan, Doraemon. Doraemon merupakan robot buatan cucu Nobita, Soby, dari masa depan. Dengan tugas untuk membahagiakan Nobita, Doraemon harus tinggal masa kini. Singkat cerita Doraemon mengisi hari-hari Nobita dengan berbagai alat ajaib dari kantong masa depan milik Doraemon, untuk membantu kesulitan Nobita sehingga Nobita bisa bahagia dan Doraemon dapat kembali ke masa depan.

Shizuka yang disukai oleh Nobita, tetap menjadi objek utama Nobita untuk mendapatkan perhatiannya. Giant dan Suneo pun tidak ketinggalan suka mem-bully Nobita baik disekolah maupun dalam kesehariannya. Suatu waktu Nobita penasaran dengan masa depannya, dan mengetahui dari Doraemon mengenai masa depannya, sehingga membuat Nobita ingin sekali merubah masa depannya. Bagaimana ending film ini? kamu bisa langsung menuju ke bioskop terdekat didaerah kamu.

Grafik dan Animasi

Stand By Me Doraemon digarap dengan teknologi 3D sehingga membuat perbedaan yang signifikan dibeberapa detail, seperti rumah Nobita jauh terlihat lebih modern dari versi anime, Giant dan papa Nobita terlihat lebih langsing, Shizuka jauh lebih menawan diversi 3D. Takashi Yamazaki and Ryuichi Yagi yang menggarap anime bisa dibilang sukses membuat versi berbeda dari Doraemon. Nuansa 3D ala Pixar sangat terasa di film ini. Overall grafik dan animasi di film ini gwimin kasih dua jempol.

Cerita

Untuk cerita sudah saya tulis diawal, jadi saya mau bahas yang agak kedalam lagi. Mohon maaf kalau ada spoiler-nya. Stand By Me Doraemon dikemas dengan cerita yang jauh berbeda dengan anime versi movie yang biasa bercerita petualangan Nobita dengan teman-temannya disuatu negeri antah berantah. Cerita film ini lebih manusiawi dan lebih masuk akal, dan menyentuh emosi penonton. Walaupun mungkin dari awal pertemuan Nobita dengan Doraemon hingga film ini beres terlihat lebih pendek, namun saya berasumsi semua penonton sudah melihat versi anime-nya.

Doraemon di film ini lebih memanjakan Nobita, setiap apapun yang diminta Nobita, pasti diberikan oleh Dorameon, berbeda dengan versi anime yang sebaliknya. Nobita sendiri terlihat lebih cengeng, apa mungkin karena efek CG yang membuat tangisanya jauh lebih bermakna dibanding versi anime. Aksi pembullyan di Giant kepada Nobita bisa dibilang di film diberi cukup detail.

Adegan akhir dimana Nobita ingin menunjukkan kepada Doraemon, bahwa ia bisa bertahan dari bully-an Giant. gwimin bilang adegan itu terlalu berlebihan, dan seolah-olah menyimpan pesan bahwa jika dibully, harus mem-bully kembali, padahal film in ditonton oleh anak-anak. Ada juga subtitle yang tidak pantas, seperti scene Shizuka memarahi Nobita dengan mengatakan ‘baka' namun diartikan ‘brengsek'. Gwimin tidak pantas untuk menerjemahkannya demikian apalagi ditonton anak-anak kecil.

Mungkin jika durasi dibuat lebih lama, beberapa detail cerita bisa dibuat lebih dramatis. Gwimin menilai cukup baik dari segi cerita.

Music Scoring

OST Stand By Me Doraemon gwimin nilai cukup keren. Himawari no Yakusoku yang dinyanyikan Motohiro Hata sangat membawa suasana. Sayangnya banyak scene sedih dan penuh emosi tidak disertai alunan musik yang sesuai dan cenderung tak menggunakan musik. Rasanya setengah-setengah, mungkin jika ditambah musik penonton jadi lebih terbawa suasana di film.

Kesimpulan

Buat kamu pecinta Doraemon, Nobita dan kawan kawan wajib menonton film ini. Spesial di Indonesia bisa ditayang secara resmi walaupun agak terlambat. Persahabatan abadi antar Doraemon dan Nobita mengajarkan kita banyak hal. Ajak teman-teman kamu untuk bernostalgia bersama melalui film ini.

[youtube id=”dnRAVwBBRRA” width=”600″ height=”340″ position=”left”]

Advertisement

TV & Movies

Review Film Assassin Club, When Assassins Kill Each Other

Published

on

Review Film Assassin Club, When Assassins Kill Each Other

GwiGwi.com – Morgan Gaines (Henry Golding) seorang pembunuh bayaran yang mendapatkan kontrak untuk membunuh enam orang yang tinggal di berbagai negara.

Dengan sedikit kejutan, ternyata keenam orang tersebut juga adalah pembunuh bayaran profesional yang mendapatkan kontrak yang sama untuk membunuh dirinya.

Film ini sebagian besar banyak melakukan syuting di Italia ini, memadukan sebagian genre aksi dan spionase. Film yang tidak hanya menonjolkan keahlian membunuh yang ditampilkan melalui ragam aksi baik itu lewat close hand combat atau tembak- menembak ala penembak jitu.

Tapi para karakter di film ini juga harus adu kecerdikan, mengintai, mengikuti, mencari info, bahkan meretas info bak hacker seperti umumnya terjadi dalam film spionase.

Para pembunuh yang terlibat dalam permainan perburuan ini seperti melakukan permainan petak umpet. Mereka harus bergegas menemukan siapa yang memburu mereka dan yang siapa yang harus mereka bunuh, masing-masing dari mereka mempunyai target siapa yang mereka buru dan bunuh  dan berlanjut ke target selanjutnya sambil terus mencari dalam bayang-bayang siapa sesungguhnya dalang di balik semua ini yang menginginkan mereka semua saling membunuh satu sama lain.

Film bergenre action ini mempertemukan berbagai bintang yang cukup dikenal berkat peran-peran mereka yang khas, seperti Henry Golding aktor berkebangsaan Inggris-Malaysia ini dikenal lewat perannya sebagai Nicholas Young dalam Crazy Rich Asians dan ada Sam Neill yang terkenal melalui waralaba Jurassic Park.

Gak cuman mereka, ada dua aktris berkebangsaan Eropa, seperti Naomi Rapace yang terkenal melalui film The Girl with Dragon Tattoo, The Girl Who Played with Fire dan The Girl Who Kicked the Hornet’s Nest. Dan ada Daniela Melchior, aktris Portugis yang memulai debut internasionalnya dalam The Suicide Squad sebagai Ratcatcher II.

Dari segi akting justru yang cukup mendapat Spotlight di film ini justru berasal dari karakter antagonis yang diperankan oleh Noomi Rapace sebagai Falk, pembunuh bayaran legendaris yang misterius yang menambah kerumitan ekstra dalam plotnya.

Sementara itu untuk pemeran lainnya, aktingnya terbilang standar saja termasuk pemeran utama yang dimainkan oleh Golding. Penonton harus jeli dalam merangkai setiap informasi yang didapatkan dari setiap adegan yang berlangsung untuk mendapat jawaban mengapa pembunuhan ini harus terjadi dan apa yang menjadi penyebabnya.

Secara keseluruhan, Assasin Club merupakan sajian yang menghibur, memadukan action dan spionase, dengan menyisipkan kejutan di akhir ceritanya.

Premisnya tergolong lumayan unik di mana para pembunuh bayaran mendapatkan kontrak untuk membunuh para pembunuh lainnya dan tanpa mereka sadar diri mereka sendiri juga yang menjadi target pembunuhan.

Film ini cocok menjadi suguhan alternatif ketika kalian jenuh akan genre film yang rilis belakangan ini.

 

Continue Reading

TV & Movies

Review Film John Wick Chapter 4, Blades, nunchuks and Lots, Lots of Guns

Published

on

Review Film John Wick Chapter 4, Blades, Nunchuks And Lots, Lots Of Guns

GwiGwi.com – Terakhir kali penonton melihat John Wick (Keanu Reeves), dia tertembak dan jatuh dari atas hotel Continental New York. Dijemput oleh anak buah Bowery King (Laurence Fishburne), baik si King dan John terlihat siap membalas dendam pada High Table, kelompok penguasa dunia assassin John Wick.

Bertahun setelahnya dan telah pulih, King bertanya pada John,

“Are you ready John?”

Keanu Reeves dengan intonasi khasnya menjawab,

“Yeah”

Barangkali penonton mengira film ini begitu cut and dry revenge movie. Nope. Mengejutkannya JOHN WICK CHAPTER 4 terasa lebih personal dari 2 film sebelumnya dan memiliki tema kuat soal duka para pembunuh ini hidup di dunia penuh darah dan akibatnya pada diri, sahabat dan keluarga mereka.

Review Film John Wick Chapter 4, Blades, Nunchuks And Lots, Lots Of Guns

Review Film John Wick Chapter 4, Blades, Nunchuks And Lots, Lots Of Guns

Baik karakter Koji Shimazu (Hiroyuki Sanada); Mr Nobody (Shamier Anderson) seorang pencari jejak/tracker yang disewa anggota High Table pengincar John, Marchese (Bill Skarsgard) yang hanya ingin membeli rumah untuk dia dan anjingnya; dan yang mungkin akan jadi favorit penonton dengan gaya bertarung ala samurai buta ala ZATOICHI digabungkan dengan kepribadian polisi senior film cina, Caine (Donny Yen), ketiganya membawa gaya bertarung unik masing-masing sekaligus memperkuat temanya.

Melihat Koji, Caine dan John yang telah berteman lama itu terpaksa bertarung terasa pedih. Tanda dari suksesnya filmmaker menambah poin dramatisnya. Suatu keputusan tepat dan berani membuat para karakter berlatar belakang demikian walau bisa sekali film ke 4 ini isinya plot dangkal yang menjual kekerasan saja.

Review Film John Wick Chapter 4, Blades, Nunchuks And Lots, Lots Of Guns

Review Film John Wick Chapter 4, Blades, Nunchuks And Lots, Lots Of Guns

Dari aksi, ya JOHN WICK: CHAPTER 4 masih melanjutkan kejayaan franchise ini sebagai balada kekerasan epik. Namun, terdapat beberapa tarian yang rasanya sudah familiar; John akan menembak, memegang orang di depan lalu tembak orang di samping, membanting org pertama dan head shot atau variasi dari itu. Koreo demikian juga dilakukan oleh beberapa karakter lain tentu dengan versi mereka sendiri dan durasi kelahinya bisa panjang sekali yang membuat pola itu kentara.

Contoh paling kuatnya saat adegan bertarung dengan Killa (Scott Adkins) di klub malam. Tak banyak koreo spesial dan durasinya agak kepanjangan. Ya, saat di Osaka memang John dengan Nunchuk dan melawan Caine menarik, tapi rasanya masih belum mengalahkan aksi terbaik film-film sebelumnya.

Kemudian datang adegan bertarung dengan shotgun berpeluru membakar/Dragon’s Breath dengan koreografi kamera dan aksi yang sangat berbeda nan membara sekaligus jawdroping.

Review Film John Wick Chapter 4, Blades, Nunchuks And Lots, Lots Of Guns

Review Film John Wick Chapter 4, Blades, Nunchuks And Lots, Lots Of Guns

Dilanjutkan dengan klimaks pertarungan John dan Caine di tangga Paris yang bisa jadi adalah puncak dari kualitas unik John Wick; aksi gilani kreatif, lucu dan sentuhan beraksi dengan teman lama dunia assassin seperti di JOHN WICK: CHAPTER 3 PARABELLUM.

Apabila sekuen ini dan adegan duel pistol menegangkan penuh suspens setelahnya adalah aksi terakhir dari Keanu sebagai John Wick, maka sangatlah pantas sekali.

Review Film John Wick Chapter 4, Blades, Nunchuks And Lots, Lots Of Guns

Review Film John Wick Chapter 4, Blades, Nunchuks And Lots, Lots Of Guns

Ending dari JOHN WICK: CHAPTER 4 ini yang penuh emosi dan cocok sebagai penutup bisa jadi menetapkan John Wick sebagai franchise aksi nomor wahid dalam menetapkan standar baru film aksi untuk Hollywood, nay, dalam sejarah film dunia.

But yeah…this is a weird movie to start ramadhan month and i dont think it fit for it lol.

Continue Reading

TV & Movies

EVOS dan MAXstream Luncurkan Film “Suka Duka Uni Unaa”, Sebuah Cerita Perjalanan Self-Love EVOS Unaa Untuk Berani Bermimpi

Published

on

GwiGwi.com – EVOS Esports, organisasi esports profesional terbesar di Asia Tenggara, kembali berkolaborasi dengan MAXstream, salah satu platform streaming terbesar di Indonesia, dalam meluncurkan Film MAXstream Original “Suka Duka Uni Unaa”. Melalui kolaborasi ini, EVOS dan MAXstream bersinergi memproduksi sebuah kisah perjalanan yang tidak pernah diangkat ke publik sebelumnya, mengenai kisah hidup seorang content creator muda Nadya Kheitna Putri atau yang sering akrab dipanggil EVOS Unaa.

Di era perkembangan teknologi saat ini, generasi muda kerap terbentur oleh pemahaman dan norma kebudayaan yang dipegang oleh generasi terdahulu. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi generasi muda untuk memiliki kepercayaan diri, dan ragu dalam mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Melalui film ini, “Suka Duka Uni Unaa” mengajak penonton melihat proses self-love dari sudut pandang EVOS Unaa. Seorang pelajar SMA, yang secara drastis mengalami transformasi hidup dengan menjadi content creator di bidang esports. Perjalanan Unaa dalam membangun kepercayaan diri dan berani untuk melawan stigma negatif, juga menjadi poin penting yang ingin ditanamkan melalui film original ini. Unaa telah menunjukkan langkah kongkrit yang Ia mulai, hingga kini berhasil menjadi seorang content creator dan Brand Ambassador.

“Film ini bukan hanya sekedar diary kehidupanku, melainkan menjadi cerita sebuah perjalanan penuh makna dalam membangun kepercayaan diri dari sejak dini. Membangun mimpi dan meyakinkan orang-orang di sekitar tidaklah mudah, namun ini adalah pilihan hidupku yang butuh keberanian dan support system yang baik untuk mewujudkannya. Harapannya, film ini dapat memberikan motivasi untuk teman-teman di luar sana untuk bisa mengenali potensi dirinya lebih lagi dan tidak ragu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang sudah pernah dibangun sebelumnya,“ ujar Nadia Kheitna Putri, Pemeran Utama Suka Duka Uni Unaa.

Selain memperlihatkan proses self-love, film ini juga bercerita tentang kisah persahabatan Unaa yang dikelilingi oleh support system yang mendukung setiap keputusan dan langkah yang diambil oleh Unaa. Namun, Unaa juga terus dihadapkan dengan situasi dalam melawan stereotip yang ada pada lingkungan keluarga konservatif, hingga akhirnya Unaa dapat berhasil meyakinkan keluarganya untuk bisa terus berkarir hingga saat ini di dunia esports.

Nirwan Lesmana, Vice President Digital Lifestyle Telkomsel, mengatakan, “Pesan dalam Film ini selaras dengan misi kami untuk memberikan wadah hiburan yang dapat menginspirasi generasi muda dalam mengenali potensi diri  khususnya dalam dinamika untuk membentuk kepercayaan diri dan bermimpi untuk masa depan yang lebih baik“

“Sebagai home of esports entertainment content di Indonesia, MAXstream terus berkomitmen untuk ikut bagian dalam perkembangan dunia esports, dengan menyediakan konten-konten esports yang berkualitas serta secara konsisten membangun hubungan baik dengan content creator maupun esports enthusiast”, tambah Nirwan Lesmana.

Suka Duka Uni Unaa merupakan konten entertainment keempat yang diluncurkan EVOS dan MAXstream.  Sebelumnya EVOS dan MAXstream telah  berkolaborasi untuk pembuatan konten The Love Coach with Rachelcia, Rasyah The Wonder Kid dan salah satu Maxstream Original terpopuler ‘The Wannn Believe Movie’.

“Peluncuran film keempat kami bersama MAXstream adalah wujud eksplorasi dan langkah strategis untuk selalu mendukung dan mengembangkan karir para talent dan content creator kami, untuk masuk ke ranah entertainment. Saya berharap film ini bisa menjadi inspirasi dan dinikmati oleh semua kalangan, khususnya dapat menjadi tontonan menarik dalam menyambut bulan Ramadhan,” ucap Tony Tham, Head of Commercial EVOS Esports.

MAXstream Original: Suka Duka Uni Unaa, dapat disaksikan secara gratis mulai dari tanggal 17 Maret 2023 melalui aplikasi MAXstream pada mobile dan PC melalui website MAXstream.tv. Jadikan Suka Duka Uni Unaa  sebagai tontonan favorit Ramadan anda beserta keluarga tersayang. Klik https://tsel.id/SDUU sekarang juga!

Continue Reading

Trakteer

Interview on GwiGwi

Join Us

Subscribe GwiGwi on Youtube

Trending