TV & Movies
Review Film Netflix, Space Sweepers, Film Sci-fi Dengan Unsur Melodrama Korea

GwiGwi.com – Koleksi film original Netflix bertambah lagi bulan ini dengan kedatangan film Space Sweepers dari rumah produksi Korea Selatan, Bidangil Pictures (terkenal dengan film A Werewolf Boy) dan Dexter Studios (terkenal dengan karya ASHFALL dan Along with The Gods). Film yang diberi judul Korea Seungriho atau Victory (nama pesawat luar angkasa di film) ini digadang-gadang sebagai film luar angkasa pertama asal Korea Selatan.
Sutradara Jo Sung-Hee dan aktor utama Song Joong-Ki sebelumnya bekerja sama dalam film 2012 “A Werewolf Boy”. Karena wabah Covid-19, tanggal rilis dipindahkan dari musim panas, 2020 ke Hari Thanksgiving Korea (1 Oktober 2020). Tanggal rilisnya kembali ditunda dan akhirnya diputuskan untuk rilis di Netflix 5 Februari 2021.
Space Sweepers mengisahkan sekelompok orang yang bekerja membersihkan sampah di luar angkasa. Film ini berlatar waktu 2092 saat Bumi dan alam semesta tak lagi layak menjadi tempat tinggal manusia. Sehingga, peneliti mendirikan UTS, perusahaan yang menyiapkan luar angkasa dan planet lain menjadi Bumi baru.
Victory menjadi salah satu tim yang turut membersihkan luar angkasa yang terdiri dari Kim Tae-ho (Song Joong-ki), Tiger Park (Jin Seon-kyu), and Bubs (Robot Android disuarakan oleh Yoo Hae-jin), dan dipimpin oleh Kapten Jang (Kim Tae-ri). Suatu hari, mereka menemukan robot humanoid bernama Dorothy yang juga merupakan senjata pemusnah massal. Mereka kemudian terlibat dalam kesepakatan bisnis berbahaya.
Para awak awalnya melihat Dorothy sebagai angsa emas, dan mereka dengan cepat berusaha menebusnya ke penawar tertinggi untuk membayar utang mereka. Tapi mereka tentu saja ramah padanya, sehingga kehangatan melodrama keluarga khas drakor (drama korea) sangat familiar terasa. Meskipun bisa diprediksi, tetap menyenangkan melihat para karakter yang seperti gangster ini melunak dengan kehadiran Dorothy.
Jika membandingkan Space Sweepers dengan film pemenang Oscar 2019 Parasite. Keduanya adalah film Korea yang dipasarkan ke penonton internasional. Keduanya menceritakan kisah kelas bawah yang dieksploitasi dan kemudian orang-orang yang mengeksploitasi kembali. Dan keduanya memasukkan beberapa wawasan menarik tentang dinamika kelas antara si miskin dan si kaya. Dalam Parasite, ibu si miskin Chung-sook berkata tentang bos barunya, “Dia baik karena dia kaya. Sial, jika aku punya semua uang ini, aku juga akan baik!” Dalam Space Sweepers, protagonis Tae-ho bertanya-tanya pada dirinya sendiri, “Apakah menurutmu kemiskinan membuat kita buruk atau kita miskin karena kita jahat?”
Tetapi meskipun keduanya memiliki pernyataan misi yang serupa, film ini sangat berbeda. Space Sweepers tanpa malu-malu memiliki ambisinya yang epik, menceritakan kisah perjalanan luar angkasa sambil mencapai banyak nada yang sama yang terkandung dalam Parasite. Tae Ho adalah seorang pekerja keras yang ingin melunasi utangnya sehingga dia dapat menemukan seseorang yang hilang. Dia bekerja sebagai pilot untuk pesawat ruang angkasa Victory, kapal pembersih sampah yang sembrono tapi efektif.
review space s
Setiap karakter dilengkapi dengan perangkat penerjemah, dunia Space Sweepers menjadi multibahasa. Kapal pembersih lainnya berbicara bahasa Arab, Prancis, dan Jerman. Ada seorang pemimpin teroris yang berbicara dengan bahasa patois yang kental, dan Tae-ho menggunakan penerjemahnya untuk berbicara bahasa Spanyol.
Space Sweepers dimulai dengan kisah 4 orang yang berusaha menyelamatkan diri mereka sendiri, yang kemudian bekerja sama untuk menyelamatkan anak, dan akhirnya, mereka menyelamatkan dunia. Ini mungkin tampak reduktif, tetapi mungkin untuk menjelaskan plot film ini kurang lebih seperti Monsters, Inc. (seorang gadis yang sangat berbahaya namun menggemaskan) bercampur dengan Wall-E (meninggalkan Bumi karena kekurangan tanaman).
Kombinasi SFX dan desain set yang rumit setidaknya mengesankan untuk disaksikan, baik dalam presentasi pertempuran ruang angkasa berskala besar maupun dalam pengambilan gambar dinamis oleh sinematografer Byeon Bong-seon. Sutradara Jo sering kali kreatif dan ringkas dalam menyusun runtutan aksi, dengan beberapa visualisasi yang menyenangkan, seperti Bubs berayun saat mengejar pesawat luar angkasa seperti Spider-Man yang terbang ke luar angkasa. Karya ini khas dan terarah dengan baik, meskipun kekuatan paling signifikannya terletak lebih pada pesona karakternya daripada kemegahan fiksi ilmiahnya.
Space Sweepers berhasil menyampaikan konsepnya, yang didukung oleh karisma para pemerannya. Momennya yang paling menarik dan mengharukan ditemukan di bolak-balik antara pemeran karakternya yang compang-camping dan detail kecil dari dunia masa depan yang dekat. Membayangkan ruang angkasa sebagai perpanjangan dari kapitalisme duniawi tentunya bukanlah hal baru, tetapi setidaknya para pemeran Space Sweepers memiliki daya tarik kolektif untuk membuat materi terasa segar, layak ditonton di antara konten streaming yang semakin meningkat.
TV & Movies
Review Film NAPOLEON, and Josephine??

www.gwigwi.com – Napoleon seorang tokoh yang penting namun kurang banyak yang memfilmkan kisah hidupnya secara penuh. Beberapa film yang sudah ada hanya mengambil peperangan yang penting saja seperti Waterloo (1970) atau Battle of Austerlitz (1960) atau seperti The Emperor’s New Clothes (2001) yang bertema komedi fiksi/teori konspirasi bahwa dia digantikan oleh orang lain saat dibuang di St.Helena.

Review Film Napoleon, And Josephine??
Pada akhir tahun 2023 ini, Ridley Scott mencoba membawa Gwiple melihat bagaimana karir Napoleon menanjak terus dari yang tadinya hanya kopral artileri lalu menjadi Jendral hingga akhirnya menjadi Kaisar Prancis. Sayangnya karena durasi film hanya 150 menit jadinya adegan-adegan pertempuran yang ditayangkan hanya sebagian saja seperti di Toulon, Mesir, Austerlitz, dan Waterloo (yang entah kenapa kampanye di Italia hanya dinarasikan, padahal itu kampanye invasi pertama Napoleon yang mengangkat pamornya karena berhasil mengalahkan Austria yang sebagai penguasa de facto Italia) dan adegan-adegan itu terkesan lewat begitu saja tanpa menampilkan kepiawaian Napoleon berstrategi mengalahkan lawan-lawannya walaupun ia kalah jumlah; hanya Waterloo yang durasinya cukup panjang karena pertempuran itu yang mengakhiri karir Napoleon.

Review Film Napoleon, And Josephine??
Yang juga mungkin di luar dugaan adalah terlalu banyak proporsi film berfokus pada hubungan antara Napoleon dan Josephine dimulai dari pertemuan pertama mereka di sebuah saloon, bagaimana Napoleon mencoba memenangkan hatinya Josephine, pernikahan mereka, perselingkuhan yang dilakukan oleh masing-masing , perceraian karena Josephine tidak dapat memberikan keturunan laki-laki, hingga saat-saat terakhir mereka. Lalu pemilihan Joaquin Phoenix sebagai Napoleon muda , walaupun ia aktor bertalenta namun mukanya lebih tua daripada Vanessa Kirby yang memerankan Josephine padahal realitanya Napoleon saat itu berumur 26 tahun sedangkan Josephine sekitar 32 tahun. Dan saat berinteraksi dengan Josephine, Napoleon digambarkan sedikit konyol, nafsuan, dan ada kalanya terlalu bergantung pada istrinya, yang tidak dapat diketahui sejauh mana kebenarannya.

Review Film Napoleon, And Josephine??
Idealnya, Napoleon ini dibuat menjadi 3 atau 4 part agar momen-momen penting terutama pertempuran-pertempurannya dapat ditampilkan secara menyeluruh. Karena yang sekarang ini terasa terlalu terburu-buru dan kurang menampilkan para Marshals yang juga berperan besar dalam memastikan taktik Napoleon terlaksana dengan baik. Satu hal yang menarik, adanya seorang jenderal keturunan Afrika sering muncul dalam beberapa adegan, bagi yang awam bisa jadi bertanya-tanya siapa dia; namun bagi yang mengikuti kisah Napoleon tentu tahu bahwa ia adalah Thomas Alexandre Dumas yang berasal dari Haiti. Bagi penggemar Napoleon mungkin sebaiknya tidak menaruh ekspektasi yang tinggi terhadap film ini, tonton saja sebagai suatu interpretasi Ridley Scott mengenai salah satu Jendral dan Kaisar Prancis yang masih menjadi inspirasi hingga saat ini.
TV & Movies
Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling klasik

www.gwigwi.com – Shakespeare, Jane Austen, Louisa May Alcott dan sekarang 3 Musketeers nya Alexandre Dumas. Tampaknya karya-karya klasik para penulis legenda itu tak akan pernah berhenti diadaptasi. Nah, tergantung pada filmmakernya, bisakah memberikan corak baru saat menggubahnya?

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik
THE THREE MUSKETEERS: D’ARTAGNAN (2023) berkisah tentang D’artagnan (François Civil) yang ingin bergabung menjadi anggota Musketeer-nya Raja Perancis. Ia kemudian harus memghadapi konspirasi yang ingin menggulingkan kepemimpinan kerajaannya bersama 3 Muskeeter; Athos (Vincent Cassel), Porthos (Pio Marmaï) dan Aramis (Romain Duris).
Paling mencolok adalah bergantinya tipikal ksatria berbaju bersih klimis perlente seperti serial drama periode Downton Abbey (2010), dengan jubah Musketeer yang terlihat usang, kotor diterpa debu yang justru membuat pemakainya terlihat sebagai ksatria gagah kaya pengalaman yang tangguh. Bukan cosplayer event Renaisans.

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik
Aksi dibuat lebih kasar hampir ala baku hantam preman dan dishoot dengan hand held mengikuti kibasan pedang walau agak shaky. Semua untuk membuat aksi lebih realis bak di Trilogi film Bourne. Pengadeganan ini menambah tensi koreografi yang sudah menarik.
Cerita pun mudah diikuti meskipun penonton tak kenal novelnya. Dengan alur cepat, penuh tensi penonton mengikuti D’artagnan yang berpapasan dengan 3 Musketeer satu per satu dalam adegan yang lucu, berwarna kepribadian para karakternya dan berenergi.

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik
Ya film ini memang menampilkan aksi lebih gritty namun film tak lantas kelam muram durja. Para musketeer kuat, berkarisma dan full of life, membuat mereka mudah disukai seperti kebanyakan superhero Marvel.
THE THREE MUSKETEERS: D’ARTAGNAN (2023) adalah swashbuckling flick seru yang mengingatkan pada film seperti THE MASK OF ZORRO (1998). Genre petualangan mendebarkan yang Hollywood bantu populerkan tapi seolah lupa bagaimana meramunya lagi (uhukUncharteduhuk).
TV & Movies
Review Film Thanksgiving, Perayaan Untuk Balas Dendam

www.gwigwi.com –

Review Film: Thanksgiving, Perayaan Untuk Balas Dendam

Review Film: Thanksgiving, Perayaan Untuk Balas Dendam

Review Film: Thanksgiving, Perayaan Untuk Balas Dendam
-
News4 weeks ago
Anime Movie Natsu e no Tunnel Sayonara no Deguchi Akan Tayang di Bioskop Indonesia Mulai Tanggal 15 November 2023 Nanti
-
Tech & life4 weeks ago
Review Logitech G705, Gaming Mouse Mungil Tapi Asik Diajak Main!
-
Box Office4 weeks ago
Review Film THE MARVELS, Cahaya Harapan Baru MCU
-
Smartphone4 weeks ago
POCO C65 Telah Hadir di Pasar Global
-
News4 weeks ago
Pihak Hololive Akan Membuka Pop-Up Store di Tokyo Station Untuk Menyambut Para Turis Asing
-
Smartphone4 weeks ago
Samsung Galaxy M34 5G Gak Ada Matinya, Hadirkan Baterai 6.000mAh dan Kamera Anti-Blur
-
Gaming4 weeks ago
Pihak Bandai Namco Merilis DLC Tales of Aria Yang Berjudul “Beyond the Dawn”
-
Berita Anime & Manga4 weeks ago
Anime Ookami to Koushinryou Merchant Meets the Wise Wolf Akan Tayang Pada Tahun 2024 Nanti