Connect with us

TV & Movies

Alasan Banyak Film Jepang yang dibagi menjadi Dua Bagian

Published

on

GwiGwi.com – Sebuah tren yang sedang populer di industri film Jepang adalah merilis film menjadi dua bagian. Tren ini mulai muncul tahun lalu ketika versi live action dari manga Rurouni Kenshin dirilis dan semakin populer ketika Parasyte (Kiseiju) dan Solomon's Perjury (Solomon no Gisho) dirilis di Jepang musim semi ini. Trend ini terus berlanjut pada film Attack on Titan (Shingeki no Kyojin) pada musim panas tahun ini. Kedua bagian dari film Rurouni Kenshin dan Parasyte diputar di Indonesia, sementara film Attack on Titan akan diputar pada 13 agustus nanti. Film yang terbagi menjadi dua bagian di Jepang sendiri adalah adaptasi dari tren di hollywood seperti Star Wars dan Lord of The Rings, yang sejak awal dipromosikan sebagai trilogi atau bahkan seri yang lebih panjang. Death Note, yang kedua bagian filmnya diputar dibioskop pada tahun 2006 lalu menandai mulainya pergerakan film yang terbagi menjadi dua bagian.

Attack-on-Titan-Live-Action-Movie-Cast

Produser film live-action Attack on Titan yang diadaptasi dari manga Akihiro Yamauchi berkomentar, “Manga populer biasanya adalah karya epik yang terdiri dari 10 atau 20 seri, itulah kenapa film adaptasinya dibagi menjadi dua bagian.”

“Awalnya, Attack on Titan hanya akan menjadi film tunggal tetapi ketika kami memikirkannya kembali, sangatlah mustahil menampilkan dunia yang tergambar di manga hanya dalam sebuah film saja.”

Dulu, film epik memiliki durasi panjang dengan satu jeda dalam pemutarannya. Tapi sekarang, para penikmat film tidak mau berlama-lama menyaksikan film dengan durasi 3 sampai 4 jam. Dalam hampir semua film yang terbagi menjadi dua bagian, tiap bagian memiliki cerita sendiri yang tidak selalu mengacu pada bagian yang lainnya, jadi penonton bisa menikmati filmnya walau menonton 1 bagian saja. Meskipun begitu, Solomon's Perjury adalah pengecualian untuk aturan ini. Film ini adalah adaptasi dari novel misteri, jadi ceritanya tidak berakhir pada bagian pertama.

Produser film Solomon's PerJury, Shuhei Akita berkomentar, “Ada resiko orang-orang mungkin tidak menyukai film ini, karena mereka berpikir mereka harus menonton dua bagian film ini. Jika kami mencoba membuat versi film dari novel ini tanpa kehilangan esensi cerita aslinya, paling tidak dibutuhkan 5 jam. Dari sudut pandang produksi, memang sebuah keharusan untuk membuat film ini menjadi dua bagian.”

Solomon's_Perjury_(Part_1)-p1

Jika para penikmat film menonton dua-duanya, pendapatan yang didapat dari film ini menjadi dua kali lipat. Film yang dibuat menjadi dua bagian memiliki kesan epik. Karena di buat pada waktu yang sama, film-film ini juga bisa memotong biaya produksi.

Waktu dan biaya produksi yang dibutuhkan lebih sedikit, karena pemeran dan staf berkumpul untuk pembuatan dua film sekaligus, jauh lebih efisien daripada harus memanggil mereka kembali untuk sebuah sekuel. Set dan properti yang digunakan juga bisa dipakai untuk kedua bagian dan proses post-produksi seperti penambahan efek visual juga berjalan lebih lancar.

Yamauchi juga berkata kalau pemotongan biaya produksi juga punya manfaat lain, “Karena kita bisa memberikan dana lebih pada bagian spesifik dari film, kualitas hasilnya pun menjadi lebih bagus.”

“Fans manga sangatlah kritis, mereka tidak akan puas dengan hasil yang setengah-setengah,” tambahnya.

Dua bagian dari film Death Note dirilis dengan rentang waktu 4 1/2 bulan di Jepang. Sementara, Solomon's Perjury dan Attack on Titan, rentang waktu rilis antar bagiannya adalah 5 sampai 7 minggu. Karena bila rentang waktu rilisnya 3 atau 6 bulan, DVD dari bagian pertama filmnya mungkin sudah rilis dan bisa disewa atau bahkan di tayangkan di TV. Jadi mereka yang melewatkan bagian pertama mungkin akan tertarik menonton bagian keduanya. Tren ini bisa dilihat pada Death Note yang meraup pendapatan sebesar 2.85 milyar yen di box offixe sedangkan bagian keduanya meraup 5.2 milyar yen.

“Tetapi sangat sulit untuk membuat para penikmat film tetap tertarik menonton bagian kedua ketika rentang waktu rilisnya cukup lama. Ketertarikan mereka pada bagian kedua ada dilevel tertinggi saat mereka selesai menonton bagian pertama,” ujar yamauchi.

Film dengan dua bagian juga dapat memotong biaya publisitas. Semua publisitas bisa difokuskan pada saat film bagian pertama rilis, yang nantinya film bagian pertama tadi akan menjadi bagian publisitas untuk bagian kedua dengan sendirinya. Para fans juga ingin melihat kedua bagian film tersebut sesegera mungkin. Hal ini terjadi pada Solomon's Perjury “Kami merilis bagian kedua saat bagian pertama masih diputar di bioskop di Jepang,” ujar Akita. “Banyak dari bioskop setuju untuk terus memutar bagian pertama film ini selama seminggu berbarengan dengan pemutaran bagian kedua.” tambahnya.

Advertisement

TV & Movies

Review Film THE WILD ROBOT, Antara Robot dan Anak Angsa

Published

on

Review Film The Wild Robot, Antara Robot Dan Anak Angsa

www.gwigwi.com – Di sebuah pulau kosong berisi bermacam hewan, Roz si robot pelayan (Lupita Nyongo) terbangun. Langsung saja dia menanyakan binatang terdekat, apa yang bisa dia layani? (Meskipun aneh robot secanggih ini seakan tak bisa membedakan hewan dan manusia). Tentu warga pulau itu ketakutan dan ada juga yang melawan si robot.

Roz sadar tak ada yang bisa dia layani di sana. Sampai ketika dia bertemu dengan seekor angsa kecil yang nantinya dia beri nama Brightbill (Kit Connor). Dengan bantuan rubah rada licik, Fink (Pedro Pascal), Roz membesarkan Brightbill agar si angsa bisa terbang bermigrasi keluar pulau saat musim dingin.

Review Film The Wild Robot, Antara Robot Dan Anak Angsa

Review Film The Wild Robot, Antara Robot Dan Anak Angsa

THE WILD ROBOT memiliki penceritaan yang cepat, dialog seperlunya, ringkas, mudah dipahami dan penuh tensi. Itu sangatlah sulit apalagi untuk menyasar audiens anak-anak, tapi film bisa melakukannya dengan halus sampai bisa jadi tak disadari penonton yang sudah terhanyut.

Filmmaker tampaknya sadar tema di film boleh jadi sudah banyak diangkat film lain walau berbeda latar. Maka dia gas saja beri momen-momen menghentak tanpa perlu berceloteh panjang. Jadinya THE WILD ROBOT dengan visual cakap dan animasi wah ini, mudah sekali untuk disukai dan dinikmati.

Roz dan Brightbill bak metafora hubungan ibu dan anak. Roz yang tak paham bagaimana jadi ibu yang cukup berbeda dengan program aslinya, sementara Brightbill yang tumbuh dari ibu robot itu memiliki kepribadian aneh yang membuatnya terkucil di kalangan angsa lain.

Review Film The Wild Robot, Antara Robot Dan Anak Angsa

Review Film The Wild Robot, Antara Robot Dan Anak Angsa

Maka agak sayang saat hubungan “ibu-anak” itu begitu mengalir dan menghujam emosi saat diceritakan, tema siklus bertahan hidup di pulau itu kurang diakhiri dengan baik. Awalnya film bisa menjelaskan dengan cerdas, cepat nan lucu kejamnya keseharian para binatang predator dan mangsanya. Tetiba di paruh ketiga para binatang mau saja hidup bergandengan hanya karena ditolong oleh Roz.

Seakan mengkhianati build up yang cerdas tersebut untuk cerita yang “aman”.

Terus kalau semua binatang baikan, yang predator makan apa? Filmnya sendiri yang memberi banyak durasi untuk menjelaskan siklus kehidupan binatang tapi seolah digampangkan saja karena filmnya untuk anak-anak.

Rasanya sebaiknya film diakhiri saja begitu Brightbill bisa terbang dan tak perlu menceritakan sisanya. Toh, tema film pada akhirnya tetap sama; merelakan anggota keluarga pergi meninggalkan rumah.

Review Film The Wild Robot, Antara Robot Dan Anak Angsa

Review Film The Wild Robot, Antara Robot Dan Anak Angsa

THE WILD ROBOT barangkali pencapaian hebat dalam penceritaan film animasi. Sigap, cepat, kompleks tapi tak mengintimidasi nan mudah dipahami, menghibur dan menyentuh. Suguhan visual cabtik tapi sama sekali tidak kosong.

Semoga anak-anak di Palestina dan Lebanon juga bisa menikmati film ini..

Continue Reading

TV & Movies

Review Film Panda Plan, aksi lucu penyelamatan hewan.

Published

on

Review Film Panda Plan, Aksi Lucu Penyelamatan Hewan.

www.gwigwi.com – Jackie (Jackie Chan), diundang untuk mengadopsi seekor panda bernama Hu hu, yang tidak menyangka akan terlibat dalam petualangan yang seru dan menegangkan.

Kehadiran Hu Hu dalam kehidupan Jackie tidak hanya membawa kebahagiaan, tetapi juga membahayakan si panda mungil ini. Maklum saja, ternya Hu hu menjadi incaran para penjahat yang haus akan keuntungan.

Sindikat kejahatan internasional yang terkenal ini mulai mengincar panda tersebut dan menawarkan imbalan besar untuk penangkapannya.

Review Film Panda Plan, Aksi Lucu Penyelamatan Hewan.

Review Film Panda Plan, Aksi Lucu Penyelamatan Hewan.

Menghadapi situasi yang berpacu dengan waktu in Jackie tidak sendirian, ia pun bekerja sama dengan agennya yang cerdas David, dan pengasuh panda yang sangat berdedikasi, Xiaozhu.

Bersama-sama, mereka menggunakan taktik cerdas untuk menghadapi para penjahat dan menjaga Huhu tetap aman.

Film ini bukan sekadar film aksi biasa yang diperankan Jackie Chan. Namun sajian ceritanya lebih dalam tentang persahabatan, keluarga, dan pentingnya melestarikan alam.

Jackie Chan sepertinya memberikan sinyal bahwa ia belum pensiun dalam waktu dekat. Jackie masih sangat prima bahkan ada scene yang tentu saja mengancam nyawa nya.

Review Film Panda Plan, Aksi Lucu Penyelamatan Hewan.

Review Film Panda Plan, Aksi Lucu Penyelamatan Hewan.

Setelah sebelumnya film The Legend yang terkesan maksa. Kayaknya film-film yang diperankan oleh Jackie kedepan harusnya seperti ini yang formula nya seperti film Panda Plan.

Secara keseluruhan, Panda Plan merupakan film yang asik untuk dinikmati dan tentunya sangat menyenangkan melihatnya masih memberikan adegan fisik yang sempurna penuh komedi sambil melemparkan beberapa jurus.

Continue Reading

TV & Movies

Review Film Joker: Folie a Deux, that’s all folks!

Published

on

By

Review Film Joker: Folie A Deux, That’s All Folks!

www.gwigwi.com – Pasca insiden di film pertama, Arthur Fleck (Joaquin Phoenix) menghabiskan waktu sehari-hari di Arkham Asylum.

Ia pun tersiksa dan tertindas karena setiap hari karena dipaksa untuk melempar lelucon kepada sipir penjara sembari menunggu proses hukum terhadap dirinya.

Ia pun bertemu Harleen Quinzell, yang mendewakan sosok Joker dan juga memperkenalkan musik sebagai coping mechanism atas apa yang diderita oleh Arthur.

Review Film Joker: Folie A Deux, That’s All Folks!

Review Film Joker: Folie A Deux, That’s All Folks!

Jujurly, menurut gue gak semua film yang sukses secara kualitas maupun komersial harus ada sekuelnya dan jika “dipaksakan” akan aneh jadinya. Mungkin hal tersebut berlaku juga di film ini.

Namun layaknya sebuah sekuel, gue suka dengan kompleksitas karakter Joker yang merupakan sebab akibat dari film pertamanya yang makin karismatik yang dimana ia mampu mengendalikan massa dan sosok Harley Quinn.

Ada sesuatu yang baru di film ini yaitu elemen musikal yang dieksekusi malu-malu kucing maksud hati ingin terkesan stylish, namun di sisi lain ingin tetap menjadi crime dan psychological drama.

Namun output dari film ini memiliki hasil yang kurang seimbang transisi antara kedua elemen ini pun gak berjalan smooth.

Review Film Joker: Folie A Deux, That’s All Folks!

Review Film Joker: Folie A Deux, That’s All Folks!

Performa Lady Gaga pun disini terkesan seperti potensi yang di sia-siakan. There’s no room for her untuk menunjukkan kualitas bermusik dan berakting. Padahal Gaga punya track record yang cukup oke ketika ia bermain film.

Lain halnya dengan Joaquin Phoenix yang asik aja dan mampu bergonta-ganti persona sebagai Arthur Fleck dan Joker semudah membalikkan telapak tangan di sepanjang film.

Di film ini juga dinamika “asmara” antara Joker dan Harley disini sangat eye catchy untuk diikuti dan dikemas dengan lagu-lagu lawas nan asik bikin kita SING-a-long di sepanjang film.

Akhir kata, Joker: Foile a Deux merupakan sajian film yang dicukupkan saja di film pertama. Kalau tetap membuat formula crime dan drama tanpa elemen musikal gue rasa akan lebih mudah diterima oleh audiens.

Continue Reading

Interview on GwiGwi

Join Us

Subscribe GwiGwi on Youtube

Trending