TV & Movies
Review Film Teenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem, fandom lintas generasi
www.gwigwi.com – Gwigwi.com – Leonardo, Raphael, Donatello, Michaelangelo para kura-kura ninja ini kembali ke layar lebar dengan format animasi lewat reboot film animasi Teenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem.
Dikisahkan, para kura-kura ninja yang selama ini hidup di gorong-gorong kota New York bertekad untuk diterima sebagai remaja normal setelah bertahun-tahun bersembunyi dari dunia manusia.
Mereka bertekad untuk berani tampil ‘normal’ di kalangan manusia dengan cara melakukan tindakan kepahlawanan dengan cara memburu sindikat kriminal misterius yang kerap kali melakukan tindak kejahatan di kota New York.
Namun masalah besar datang saat pasukan mutan mulai bikin onar. Lantas, bagaimana kisah selanjutnya? Dapatkah keempat kura-kura tersebut bertahan dan mampu diterima oleh masyarakat?
Film ini, bakal nyeritain origin story kura-kura ninja dari awal, sehingga buat yang baru kenal sama 4 tokoh ini tetep bakal bisa catchup karena penceritaan backstory-nya rapi.
Meskipun kita berulang kali dapet asupan cerita TMNT gue rasa akan tetep tertarik dan excited dengan film ini tanpa rasa bosan, karena “pembaruan” cerita nya yang menarik perhatian.
Ya “pembaruan” yang dimaksud disini adalah kita gak cuman liat origin story dari para kura-kura saja namun di film ini karakter April O’Neil yang juga baru saja meniti karir sebagai reporter.
Sepanjang film akan makin kerasa menyenangkan karena BANYAK BANGET referensi pop culture yang dibawa dan bikin ngakak! Sebut saja Attack on Titan, BTS, Jojo’s Bizzare Adventure, bahkan mereka menyenggol film MCU. Dan juga homage kepada adaptasi TMNT terdahulu.
Sajian animasi di film ini punya treatment yang sedikit berbeda meskipun di gadang-gadangkan akan bersaing dengan film Spider-Man: Across The Spiderverse. Film ini punya style “corat-coret” yang unik, tapi tetep nyaman dan memanjakan mata.
Yang udah kenal sama Leo, Raph, Donnie dan Mikey bakal seneng karena karakter mereka disini ada pengembangan baru tapi ciri khas maSING-maSING dari mereka juga gak dihilangkan.
Kita akan melihat mereka in early years as a hero di film Ini dan juga didukung oleh pengisi suara yang memang di usia remaja bukan orang dewasa yang berpura-pura menjadi remaja. Jadi para pengisi suara ini relate dengan karakternya.
Ngomongin pengisi suara, film ini juga diramaikan oleh nama-nama beken seperti Jackie Chan, John Cena, Ice Cube, Post Malone, Giancarlo Esposito bahkan Paul Rudd.
Para villain disini juga punya karakter yang kuat dan bikin final battle di film ini jadi terasa epic.
Dari adegan ke adegan juga didukung oleh musik yang gak kalah rame banget baik dari list lagu dan genre-nya. Beberapa lagu yang familiar tentunya mengundang untuk SING along seperti Ante Up (Robin Hoodz Theory) oleh M.O.P, Shimmy Shimmy Ya oleh Ol’ Dirty Bastard, dan tidak lupa Ninja Rap oleh Vanilla Ice.
Secara keseluruhan, Teenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem merupakan sajian super fun sekaligus melepas kangen dengan tokoh kura-kura ninja yang kita nonton waktu kecil.
Pembaruan cerita yang asik, soundtracknya keren, visualnya fresh. Cocok untuk ditonton bareng keluarga untuk memperkenalkan fandom TMNT karena film ini ditujukan untuk lintas generasi.
TV & Movies
Review Film Red One, aksi seru menyelamatkan Natal
www.gwigwi.com – Santa Claus diculik!! Callum Drift (Dwayne Johnson) yang merupakan bodyguard Santa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa Natal tahun ini tetap ada dengan mencari siapa pelakunya.
Bersama Jack O’Malley (Chris Evans) seorang hacker yang cukup disegani. Mereka bekerja sama untuk menyelamatkan Natal. Maka dimulailah perjalanan lintas dimensi untuk menyelamatkan Santa dan perayaan Natal tetap terjadi.
Langsung aja ke filmnya, Duo Johnson dan Evans seharusnya bisa menjadi pasangan sempurna yang menghidupkan cerita ini.
Namun, sangat disayangkan karakter Callum Drift yang serius dan Jack O’Malley yang sinis menurut gue kurang menciptakan chemistry yang kuat.
Dialog mereka sering kali terasa hambar dan kurang tajam, bahkan tidak jarang berakhir dengan humor yang terpaksa lucu. Padahal, premis karakter yang kontras ini bisa menjadi daya tarik utama.
Seperti biasa setiap film yang dibintangi Dwayne Johnson menjadi ajang narsis dia yang dimana terdapat elemen “manly” yang sangat dominan di film ini.
Tokoh pendukung seperti Zoe Harlow (Lucy Liu) dan Santa Claus (J.K Simmons) pun hanya ditampilkan sekena nya saja tanpa diberikan kesempatan untuk berkembang.
Mereka tampil sekadar sebagai pelengkap saja dan tidak banyak menambah bobot cerita. Sehingga tokoh-tokoh tersebut sepertinya kurang membekas di hati audiens.
Kehadiran sosok antagonis seperti Krampus dan main villain di film ini yaitu Gryla juga kurang mampu meramaikan cerita. Ya they’re just a villain at the movie.
Namun dari segi sinematografi, Red One memiliki visual yang memanjakan mata. Kutub Utara yang futuristik, sebuah kota dengan kubah besar, kendaraan berteknologi tinggi, dan tim keamanan Santa yang disebut E.L.F.
Meskipun terlihat menarik secara visual, kadang efek CGI yang berlebihan malah membuat film ini terasa kaku dan jauh dari kesan humanis yang diharapkan dari film bertemakan Natal.
Mirip-mirip dengan film superhero rilisan Marvel dan DC yang megah namun sayang kurang hangat untuk ukuran film Natal.
Secara keseluruhan, film Red One yang niatnya menjadi film action-comedy bertemakan Natal. Namun dengan adanya beberapa elemen yang kurang seperti pesan moral dan kehangatan Natal dengan cerita yang menggugah, film ini hanya pamer aksi skala besar dan humor yang kurang menggigit.
Jika kalian mencari film spesial Natal yang memiliki esensi yang hangat dan penuh dengan keajaiban rasanya kurang ditemukan di film ini. Melainkan jika mencari hiburan yang pas untuk film musim liburan rasanya Red One adalah film yang pas.
TV & Movies
Review film Here, satu rumah berjuta cerita
www.gwigwi.com – Kalian pernah gak ketika duduk di suatu tempat, mungkin di kamar hotel atau bangku taman, dan bertanya-tanya tentang apa yang terjadi di sana sebelumnya? Berapa banyak orang yang jatuh cinta di tempat itu, bertengkar, atau bahkan mengekspresikan rasa yang sama?
Begitulah kisah yang disajikan lewat film terbaru garapan Robert Zemeckis berjudul Here.
Film yang merupakan adaptasi dari novel grafis karya Richard McGuire, membawa kita pada perjalanan lintas waktu di satu ruang yang sama, sebuah ruang keluarga di rumah tua di wilayah New England, Amerika Serikat yang berusia kurang lebih satu abad.
Kita akan bertemu dengan John dan Pauline Harter (Gwilym Lee dan Michelle Dockery) adalah pasangan pertama yang menghuni rumah ini pada tahun 1907. Pauline selalu khawatir akan suaminya yang sering berangan-angan, menjadi penerbang yang dia takutkan akan jatuh.
Kemudian ada karakter lain yang tampil yaitu Richard Young (Hanks), seorang seniman yang meninggalkan karirnya demi keluarganya. Ketika ayah Richard, Al (Paul Bettany), dan ibunya, Rose (Kelly Reilly), membeli rumah ini pada tahun 1945, itu menjadi simbol warisan mereka.
Sang sutradara Robert Zemeckis kembali bekerjasama dengan tim sukses yang sebelumnya membuat Forest Gump (1994) yaitu Eric Roth sebagai penulis naskah dan dibintangi oleh Tom Hanks dan Robin Wright.
Lewat film ini, Zemeckis mencoba mereplikasi gaya kamera tetap yang digunakan dalam novel grafisnya yang bukan menyajikan cerita linear. Namun mempertemukan waktu dan tindakan dari banyak tokoh asing dalam satu ruang yang sama.
Namun hal ini bisa menjadi pisau bermata dua, dikarenakan penggunaan teknik overlapping-frames terkadang mengaburkan garis di antara keluarga yang berbeda, dan juga pergantian musim secara virtual dan waktu bergerak maju melalui jendela bay yang luas. Sementara rumah tetangga depan tampak statis, impian para karakter tampak melampaui dinding-dinding rumah yang menjadi set cerita film ini.
Menurut gue ketika menonton film ini jangan sampai lengah sedetik pun. Karena mungkin saja kita akan kehilangan salah satu pesan yang ingin disampaikan oleh Zemeckis dan Eric Roth yaitu kecemasan berlebihan tentang memikirkan masa depan seringkali membuat kita kehilangan momen saat ini.
Secara keseluruhan, film Here menyajikan kisah haru biru yang menyentuh kita secara emosional bahwa orang bisa datang dan pergi, namun kenangan akan selalu tetap terukir.
TV & Movies
Review Film VENOM: THE LAST DANCE, Konklusi Trilogi Alakadar
www.gwigwi.com – Setelah numpang sebentar di MCU, tepatnya di film SPIDER-MAN: NO WAY HOME (2021), Eddie Brock/Venom (Tom Hardy) kembali lagi ke universe film-film Sony Marvel mereka.
Memang nasib, Eddie/Venom langsung diincar oleh militer yang dipimpin Jenderal Strickland (Chiwetel Ejiofor) yang kerap bersinggungan dengan Dr. Teddy Paine (Juno Temple) yang hanya ingin mempelajari symbiote.
Tak hanya manusia, jauh di sudut kosmos tepatnya di planet Venom berasal, Klyntar, suatu sosok jahat menginginkan sesuatu dari Eddie/Venom. Sementara duo itu hanya ingin pergi dari semuanya dan melihat patung Liberty di New York…
Si antagonis jahat itu adalah Knull (Andy Serkis). Bila di komik, sosok itu digambarkan super kuat dan tingkat bahayanya layak disandingkan dengan Thanos di MCU. Apakah ini rencana Sony untuk membuat jagat marvel-nya lebih besar lagi?
Hal yang jelas adalah cara perkenalan Knull di awal film sangat biasa sekali. Tak ubahnya villain biasa di film blockbuster generik lain. Tidak ada kharismatik kuat ala Thanos. Di eksposisi begitu saja seakan takut penonton tidak paham.
Sesuatu yang tidak perlu karena toh di sepanjang film dijelaskan lagi ancaman pada Eddie/Venom dan betapa seramnya Knull dengan cara yang lebih subtil dan memberi nuansa lebih ngeri.
VENOM: THE LAST DANCE adalah konklusi trilogi yang terasa men-checklist apa yang tampaknya disukai fans sejak film pertama; joke nyeleneh, chemistry Eddie dan Venom, Tom Hardy akting menggila dan spesial efek Venom yang memang menarik.
Meski diinjeksikan momen-momen kontemplatif dan hangat antara Eddie dan Venom soal hubungan mereka untuk membuat lebih dramatis, plot tidak benar-benar mengetes hubungan mereka sampai dramanya menghujam rasa audiens.
Hal yang banyak justru komedinya sedari pada lebih memasak chemistry keduanya. Karakter pendukung dan villain monster generiknya juga tidak menambah pengalaman menonton lebih spesial.
VENOM: THE LAST DANCE berakhir terasa kewajiban untuk melanjutkan saja karena dua film sebelumnya sukses. Tidak ada hal groundbreaking eksperimental dan terasa main aman saja untuk mencapai endingnya. Just Another generic franchise movie yang barangkali lebih bisa disayangi fans loyal sejak awal.
-
Tech & life4 weeks ago
ASUS Perkenalkan Motherboard ROG Maximus, ROG Strix, TUF Gaming, Prime, dan ProArt Z890
-
Berita Anime & Manga4 weeks ago
Lagu Baru Kayoko Yoshizawa, Tasokare, Jadi Opening Theme Anime Tasokare Hotel
-
TV & Movies3 weeks ago
Review Film 1 Million Followers, Menukar Hidupmu Dengan Ketenaran
-
TV & Movies3 weeks ago
Review Film VENOM: THE LAST DANCE, Konklusi Trilogi Alakadar
-
TV & Movies4 weeks ago
Review Film CANARY BLACK, Another Rogue Agent Movie
-
Music4 weeks ago
Single ke-35 Maaya Sakamoto “Nina” Dirilis sebagai Single Digital! Video Musik Berdurasi Penuh Juga Terungkap!
-
TV & Movies4 days ago
Review Film Red One, aksi seru menyelamatkan Natal
-
Esports6 days ago
Format Pertandingan M6 Mobile Legends Yang Akan Digelar Kuala Lumpur Malaysia Nanti