Connect with us
Maaf Anda Melihat Iklan
Auto Draft

TV & Movies

Stan Lee, kreator superhero Marvel Comics, tutup usia diumur 95 tahun

Published

on

GwiGwi.com – Stan Lee, yang membuat karakter Spider-Man, Iron Man, Hulk, Black Panther dan parade pahlawan super dari Marvel Comics yang jadi tokoh familiar di kebiasaan populer dengan kesuksesan di box office film, tutup umur pada 95 tahun, laksana diungkapkan putrinya, Senin (12/11).

Sebagai pengarang dan editor, Lee ialah kunci keberhasilan Marvel masuk ke dunia musik komik pada 1960-an saat Lee, bekerjasama dengan seniman laksana Jack Kirby dan Steve Ditko, membuat para pahlawan super yang unik hati generasi pembaca muda.

“Dia menikmati wajib terus berkreasi untuk semua penggemar,” kata putrinya J.C. Lee dalam pengakuan pada Reuters.

“Dia menyukai hidupnya dan menyenangi pekerjaannya. Keluarga dan peminat menyayanginya. Dia tak tergantikan.”

Putri Stan Lee tidak menyinggung penyebab kematian ayahnya, tetapi laman TMZ menuliskan ambulans dipanggil ke lokasi tinggal di Hollywood Hills pada Senin pagi-pagi sekali dan dia meninggal di Cedars-Sinai Medical Center.

“Stan Lee ialah orang yang spektakuler seperti karakter-karakter yang dia ciptakan,” kata Bob Iger, Chairman dan CEO The Walt Disney Co dalam pernyataan. “Skala imajinasinya hanya dilampaui oleh kehormatan hatinya.”

Disney melakukan pembelian Marvel Entertainment pada 2009 senilai 4 miliar dolar AS untuk memperkaya susunan karakter Disney, dan mayoritas karakter ikonik ialah karya Lee.

Lee dikenal sebagai peran cameo di mayoritas film Marvel. Dia unik seorang gadis yang bakal tertimpa reruntuhan di “Spider-Man” (2002), kemudian jadi MC di strip club di “Deadpool” (2016). Di film “Black Panther”, yang menunjukkan pahlawan super berkulit hitam karya Lee, dia menjadi pengunjung kasino.

“Takkan terdapat lagi Stan Lee yang lain,” ujar Chris Evans, yang berperan sebagai Captain America di film-film Marvel.

“Selama sejumlah dekade dia menyerahkan baik orang muda atau tua suatu pengalaman, kenyamanan, keyakinan diri, inspirasi, kekuatan, persahabatan dan kebahagiaan.”

Orang-orang Amerika familier dengan pahlawan-pahlawan super sebelum Lee, di antara faktornya ialah hadirnya Superman dari Detective Comics pada 1983, perusahaan yang bakal menjadi DC Comics, rival Marvel.

Lee dikenal sebab memberikan sentuhan kompleksitas dan sisi insan pada semua pahlawan super. Karakter yang dibuatnya bukanlah figur yang tercipta dari batu, walau mereka terlihat laksana dipahat dari besi. Mereka punya cinta dan kekhawatiran mengenai uang, punya kekurangan atau rasa tidak aman.

“Berdasarkan keterangan dari saya akan unik untuk tahu lebih jauh mengenai kehidupan individu mereka, tentang jati diri mereka dan mengindikasikan bahwa mereka di samping super tetap pun manusia,” kata Lee pada NPR News pada 2010.

Dia pun membantu merancang pahlawan super, namun dia mempromosikannya tanpa bantuan.

Karya-karya Lee mencakup Spider-Man, Hulk, semua mutan di X-Men, Fantastic Four dan Tony Stark si playboy yang pun Iron Man.

Lusinan film dari Marvel Comics, yang nyaris semua pemeran utamanya dibuat Lee, pertama kali diproduksi pada dasawarsa pertama abad ke 21, meraih penghasilan kotor lebih dari 20 miliar dolar AS di bioskop semua dunia, menurut data analis box office.

Lee bermunculan di New York pada 28 Desember 1922 dengan nama Stanley Martin Lieber. Ia ialah putra dari imigran Yahudi dari Romania.

Pada umur 17 tahun, dia jadi pesuruh di Timely Comics, perusahaan yang bakal berkembang jadi Marvel.

Dia mendapatkan kegiatan berkat pertolongan orang dalam, pamannya, menurut otobiografi Lee berjudul “Excelsior!”

Lee lantas belajar mencatat dan berpromosi. Dia menulis kisah Western dan kisah romantis, pun kisah pahlawan super dan lebih sering mencatat sambil berdiri di beranda Long Island, New York, lokasi tinggal yang ditempati bareng istrinya, aktris Joan Lee yang dinikahi pada 1947. Joan Lee meninggal pada 2017.

Pasangan tersebut dianugerahi dua anak, Joan Celia yang bermunculan pada 1950 dan Jan Lee yang meninggal tiga hari sesudah lahir pada 1953.

Advertisement

TV & Movies

Review Film Expendables 4, Iko Deserves Better

Published

on

Review Film Expendables 4, Iko Deserves Better

www.gwigwi.com – Suarto Rahmat (Iko Uwais) mengincar detonator nuklir. Maka turunlaaah tim Expendables yang dipimpin Barney (Sylvester Stallone) bersama temannya Lee Christmas (Jason Statham) dan…yang lain; Gunner (Dolph Lundgren), Road (Randy Couture), Easy (Curtis ’50 Cent’ Jackson) dan Galan (Jacob Scipio).

Setelah misi berakhir naas, tim dipimpin oleh Gina (Megan Fox) ditambah anggota Lash (Levy Tran), sementara Lee yang dibebastugaskan berencana beraksi sendiri untuk menghajar Suarto Rahmat. Statham vs Uwais!

EXPENDABLES 4 secara cerita sebenarnya mempunyai inovasi dan twist dibandingkan dengan 3 film sebelumnya. Namun dialog, akting dan pengadeganan dari yang standar sampai kurang, tidak melayani inovasi itu.

Boleh saja franchisenya berdaya tarik taburan bintang. Hanya saja pada akhirnya tergantung pada karakternya, dialog dan aksinya. EXPANDABLES sering kali gagal di sini. Karakter yang kurang berkesan, komedi nyeleneh yang aneh dan untuk karakter pendukung, perannya sedikit sekali untuk cerita. Rasanya seperti versi kelas B (atau C?) THE SUICIDE SQUAD (2021) nya James Gunn.

Presentasi koreografi yang sudah oke kadang terganggu dengan kualitas CG yang kurang, kalau tidak mau dibilang memalukan, untuk mendukung para aktor bintang ini.

Bila ingin melanjutkan franchise ini kembali ke budget kecil mungkin jangan membuat cerita yang mengharuskan banyak adegan berbalut CG.

Gelut Statham vs Iko dieksekusi cukup seru walau untuk fans kedua aktor tersebut, rasanya pernah melihat mereka beraksi lebih gila lagi di film lain. Kurang berasa duo ikon film aksi total saling menghantam seperti Jackie Chan vs Jet Li di THE FORBIDDEN Kingdom (2008).

Duel Statham vs Iko seolah dipersingkat lantaran ada kejutan di cerita setelahnya. Sayangnya karena directing yang kurang membuat cerita sulit dipedulikan, surprise itu berakhir biasa saja. Jadi berharap Statham vs Iko digarap super total sebagai adegan pamungkasnya.

EXPENDABLES 4 adalah (atau EXPEND4BLES? entah) franchise yang seakan dipaksa terus hidup dan mungkin baiknya dibiarkan beristirahat selamanya. Uda Iko Uwais layak mendapat panggung lebih baik di Hollywood dan 50 Cent ambil kelas akting dulu…?

Continue Reading

Live Action

Film Live-Action OUT Rilis Trailer Utama dengan OST dari JO1

Published

on

By

Film Live Action Out Rilis Trailer Utama Dengan Ost Dari Jo1

www.gwigwi.com – Pada tanggal 15 September, situs resmi untuk versi film live-action mendatang dari manga OUT yang didakwa kriminal oleh Makoto Mizuta (seni) dan Tatsuya Iguchi (cerita) merilis trailer utama berdurasi 60 detik dengan penampilan lagu tema “HIDEOUT” oleh duo idola laki-laki Jepang JO1.

Lagu tersebut diperkenalkan di situs resmi grup sebagai berikut: “Lagu tema JO1 ‘HIDEOUT’ ditulis sebagai lagu ceria untuk memberikan vitalitas dan harapan hari esok kepada semua orang yang hidup saat ini. Lagu ini terinspirasi oleh dunia film.” Lagu bertempo cepat ini sangat ideal untuk mengakhiri kisah masa depan film, di mana tokoh protagonis mengatasi masalah remaja dengan membentuk hubungan dan persahabatan dengan kenalan baru.”

Tiga anggota grup, Sukai Kinjo, Shosei Ohira, dan Sho Yonashiro, juga ditampilkan dalam film sebagai pemeran.

Sejak serialisasinya pada tahun 2012 di Akita Shoten’s Young Champion, manga ini telah diterbitkan dalam 24 volume di Jepang. Lebih dari 6,5 juta eksemplar telah didistribusikan di seluruh dunia.

Novel Drop (2006), karya komedian Jepang Hiroshi Shinagawa, didasarkan pada pengalaman Tatsuya Iguchi, sosok dan karakter nyata dalam cerita. Alur Cerita: Setelah dibebaskan dari panti asuhan remaja, Iguchi berkenalan terutama dari geng motor “Kirihito,” dan dia segera menemukan dirinya dalam berbagai kesulitan di Nishi-Chiba.

Di pinggiran kota Tokyo, syuting dimulai pada Januari 2023 dan berakhir pada 23 Februari. 17 November 2023 adalah tanggal rilis yang dijadwalkan di Jepang untuk film yang dibintangi Tatsuya Iguchi. KADOKAWA menangani distribusi.

Continue Reading

TV & Movies

Review Film A HAUNTING IN VENICE, Horor misteri bergaya klasik ala Kenneth Branagh

Published

on

Review Film A Haunting In Venice, Horor Misteri Bergaya Klasik Ala Kenneth Branagh

www.gwigwi.com – Film ketiga detektif Hercule Poirot versi Kenneth Branagh. Dimulai dari MURDER on the ORIENT EXPRESS (2017) dan sekuelnya, DEATH ON THE NILE (2022) ternyata audiens menyukai drama misteri subgenre whodunnit ini di tengah gempuran film superhero dan aksi berlapis efek walau tak pernah mendapat resepsi secara kualiti yang memuaskan. Apakah A HAUNTING IN VENICE (2023), adaptasi dari cerita ‘HALLOWEEN PARTY’ karya Agatha Christie akan berhasil mendapat respon lebih baik?

Hercule Poirot (Kenneth Branagh) mengasingkan diri di Venisia, Italia. Ia menolak mengerjakan kasus dan hanya ingin menghabiskan hari sendirian dan makan roti dengan tenang. Sampai suatu ketika kenalan namanya, penulis Ariadne Oliver (Tina Fey) yang mengajaknya ke acara pemanggilan arwah putri Rowena Drake (Kelly Reilly). Saat salah satu korban meninggal, apakah ini perbuatan arwah yang memaksa Poirot untuk mengakui adanya hantu?

Tantangan mengadaptasi kisah klasik misteri ini dan 2 film sebelumnya adalah cara membawakannya. Baik film pertama dan kedua rasanya kurang memuaskan bahkan terlalu klasik sampai rasanya kurang terasa sentuhan stylenya yang mampu membuat ceritanya lebih spesial. A HAUNTING IN VENICE (2023) memiliki pembeda yakni nuansa horror. Nah, horronya ini yang tampaknya dimanfaatkan habis-habisan oleh sutradara Kenneth Branagh.

Filmnya berasa..haunting; Lighting remang di rumah tua menonjolkan umur bangunan dan sejarahnya; score yang terkesan menggumam tak beraturan bagai ada live musik yang menemani pertunjukan teater yang secara halus membuat suasana mencekam; komposisi shot dan editing yang mengingatkan pada film bisu hitam putih horor zaman jebot seperti NOSFERATU (1923) lalu digabungkan dengan shot handheld agak shaky dan frontal pakai rig bersentuhan modern, film ini sungguh berhasil membangun suasana klasik beraksen modern yang sangat unik dibanding misteri horor lain.

Rasanya ingin melihat Kenneth Branagh mengadaptasi kisah-kisah misteri Edgar Allan Poe atau film-film segenre yang memakai style yang sama.

Style penyutradaraan inilah barangkali satu-satunya pengangkat cerita whodunnit terlalu klasik ini. Fans misteri walau awam pada novelnya, mungkin sudah bisa menebak siapa pelakunya sebelum klimaks. Bisa jadi, inilah batas yang filmmaker adaptasi bisa lakukan; inovasi di penyajian namun tak bisa kisahnya. Semoga saja selepas film ini banyak film misteri dengan cerita yang lebih kreatif nan inovatif baik kasus dan bobotnya.

A HAUNTING IN VENICE (2023) boleh jadi adalah yang terbaik di antara gubahan Poirotnya Kenneth Branagh. Di satu sisi agak sedih bila style horornya ini mungkin tak akan digunakan lagi di filmnya yang lain tapi di sisi lain, penasaran style seperti apa yang akan dibawa beliau untuk mengadaptasi buku-buku yang lain. Semoga lebih inovatif, kreatif dan memorable lagi.

Continue Reading

Trakteer

Interview on GwiGwi

Join Us

Subscribe GwiGwi on Youtube

Trending