Connect with us

TV & Movies

Review TV Series The X-Files Episode 1 My Struggle, Kebenaran Masih Menunggu

Published

on

GwiGwi.com – Apakah semua kabar tentang UFO itu hanya dongeng belaka? Apakah kita benar-benar sendirian di Bumi ini? Apakah kita dibohongi? Pertanyaan-pertanyaan itu mengawali pembukaan serial X-Files terbaru yang tayang kembali sebagai mini seri enam episode di jaringan televisi Fox.

Pada 24 Januari yang lalu, penggemar X-Files sedunia menyambut hangat penayangan kembali serial legendaris ini dalam suguhan cerita baru. Pada hari itu, media sosial pun diwarnai celotehan netizen yang antusias dengan kehadiran film itu kembali.

the-x-files my struggle

Wajar saja, X-Files terakhir tayang 14 tahun lalu setelah hadir selama sembilan musim sejak 1993. Selama sembilan tahun kehadirannya itu, tak heran jika X-Files meninggalkan memori yang menancap kuat di benak generasi yang melalui era tersebut.

Dalam episode pertama ”My Struggle”, film dibuka dengan plot narasi monolog dari Fox Mulder (David Duchovny), agen FBI yang memiliki latar belakang personal atas ketertarikannya pada segala yang berbau luar angkasa. Monolog ini mengingatkan kita bagaimana agen Mulder bergelut memburu kebenaran di balik kasus-kasus misterius yang diyakininya melibatkan peran makhluk luar angkasa.

Setelah berhenti bergelut di dunia yang serba misterius, Mulder dan partner lamanya, Dana Scully (Gillian Anderson), dipertemukan kembali. Mulder terlihat lusuh dengan jenggot tipis yang merambati sebagian pipinya yang terlihat sedikit gembil. Sementara kita mungkin akan sedikit takjub melihat perbedaan wajah cukup nyata dari sosok Scully, yang berwajah lebih tirus.

Kisah ”My Struggle” mengikat perjumpaan kembali Mulder dengan Scully. Scully menghubungi Mulder atas ”perintah” Walter Skinner (Mitch Pileggi). Keduanya diminta bertemu dengan Tad O’Malley, seorang online webcaster atau penyiar tayangan yang berbasis di internet.

Malley kemudian mengajak kedua bekas agen andal itu ke Low Moor di Virginia untuk menemui seorang perempuan bernama Sveta. Perempuan berwajah misterius ini memberi testimoni soal ingatan-ingatan yang terserak dalam memorinya.

Ingatan tentang bayi-bayinya yang diculik dari dalam perutnya di luar kehendaknya. Sveta lalu menunjukkan perutnya yang dipenuhi lubang-lubang kecil. Apakah bayi-bayi Sveta diculik alien? Apakah Sveta kelinci percobaan alien?

Scully yang senantiasa skeptis pun akhirnya setuju untuk meneliti darah Sveta yang meyakini memiliki DNA alien. Meskipun Scully digambarkan selalu skeptis, Scully memutuskan untuk meneliti ulang hasil pemeriksaan laboratorium Sveta tersebut. Ada sesuatu yang dicari Scully yang ingin ditemukannya secara sahih melalui hasil laboratorium.

Sveta pun tampak berupaya meyakinkan Scully dengan berusaha membaca masa lalu Scully, termasuk hubungannya pada masa lalu dengan Mulder. Kemampuan membaca orang lain itu diyakini Sveta akibat dari persinggungannya dengan alien yang doyan menculiknya berkali-kali untuk kepentingan percobaan.

Sampai di plot ini, penonton masih berada dalam jalur pemahaman bahwa alien sebagai pihak yang harus bertanggung jawab di balik peristiwa-peristiwa misterius yang tak terjawab dan masuk berkas X-Files. Perspektif semacam ini, yakni ”alien adalah pihak yang harus bertanggung jawab”, memang cenderung mendominasi gaya X-Files pada masa lalu.

Tawaran perspektif baru mulai hadir ketika Mulder sendirian menemui Sveta. Sveta mengajukan pertanyaan yang menggugah kesadarannya. Apakah Mulder yakin dia selama ini tidak dibohongi? Dalam ingatannya, Sveta melihat wajah manusia laki-laki yang menculik bayi-bayinya.

Kesadaran baru itu yang kemudian diajukan Mulder kepada Scully. Mulder mulai yakin, mereka berdua selama ini digiring ke pemahaman yang salah. Segala kasus misterius tak terpecahkan itu bukanlah akibat perbuatan alien, melainkan akibat eksperimen manusia yang mengadopsi teknologi alien dalam proyek rahasia. Kerahasiaan yang dipelihara selama 70 tahun sejak insiden Rosswell, di New Mexico, tahun 1947. Sebuah peristiwa nyata legendaris yang diduga sebagai jatuhnya pesawat alien.

Seperti dikutip dari zap2it.com, episode pertama X-Files ini saat tayang yang lalu ditonton oleh 16,19 juta orang dengan rating Nielsen bertengger di angka 6,1. Rentang usia penonton terpantau antara 18 tahun dan 49 tahun.

Advertisement

TV & Movies

REVIEW FILM SPEAK NO EVIL, it’s okay to say no

Published

on

Review Film Speak No Evil, It’s Okay To Say No

www.gwigwi.com – Speak No Evil tahun 2024 ini adalah remake dari film Denmark dengan judul yang sama. Pada versi 2024 in disutradari oleh James Watkins dan diproduseri Jason Blum. Mirip dengan film aslinya, pasangan Ben (Scoot McNairy) dan Louise Dalton (Mackinzie Davis) beserta anaknya, Agnes (Alix West) sedang liburan ke Italia. Disana mereka berkenalan dengan keluarga lain yang terdiri dari Paddy (James McAvoy), Ciara (Ailsing Franciosi), dan anak laki-laki mereka yaitu Ant (Dan Hough). Paddy pun mengajak Ben dan keluarga untuk menginap di rumah mereka di pedesaan di Inggris, ide ini disambut baik oleh Ben yang ingin rehat sejenak dari khidupan perkotaan dan berharap dapat memperbaiki hubungannya dengan Louise yang dirasakan sudah mulai retak.

Review Film Speak No Evil, It’s Okay To Say No

Review Film Speak No Evil, It’s Okay To Say No

Awalnya liburan ini dianggap berdampak positif namun sifat Paddy yang lama-lama semakin agresif dalam mengasuh anak dan senang berdebat membuat Louise tidak nyaman. Hingga akhirnya Ben dan Louise pun memutuskan untuk pulang lebih cepat dari rencana awal; namun mereka mengetahui bahwa untuk keluar dari sana tidaklah mudah apalagi setelah mereka mengetahui rahasia gelapnya Paddy.

Review Film Speak No Evil, It’s Okay To Say No

Review Film Speak No Evil, It’s Okay To Say No

Walaupun Gwiple sudah tau bahwa ada yang salah dengan keluarganya Paddy, namun film ini akan terus membuat penontonnya tetap waswas dan penuh rasa antusias menunggu aksi kejamnya Paddy terhadap keluarga Dalton. Rasa waswas dan cemas ini akan terbayarkan dengan baik saat adegan-adegan klimaks diakhiri dengan ending yang juga memuaskan. Namun bagi para penggemar gore bakalan kecewa karena tidak ada adegan sadis selama film. Akting para pemain disini juga bagus-bagus terutama James McAvoy yang menampilkan sisi psychopath nya Paddy.

Review Film Speak No Evil, It’s Okay To Say No

Review Film Speak No Evil, It’s Okay To Say No

Speak No Evil ini menarik sekali untuk disaksikan oleh Gwiple karena ketegangan yang diberikan terasa pas dan bukan sekedar jumpscare. Kalian dapat mulai menontonnya pada tanggal 13 September ini di bioskop-bioskop kesayangan.

Continue Reading

TV & Movies

Review Film BEETLEJUICE BEETLEJUICE, SAME OLD WITH LESS CHARM

Published

on

Review Film Beetlejuice Beetlejuice, Same Old With Less Charm

www.gwigwi.com – Beetlejuice, Beetlejuice, Beetlejuice, disebut 3 kali maka keluarlah karakter ikonik yang dimainkan Michael Keaton ini setelah 35 tahun sejak film pertamanya, BEETLEJUICE (1988).

Apakah sekuelnya, BEETLEJUICE BEETLEJUICE (2024), masih memiliki energi yang sama dan tidak menjemukan? Hmmm…

Lydia (Winona Ryder) kini menjadi presenter acara supranatural. Hubungannya dengan anaknya, Astrid (Jenna Ortega) kacau karena kemampuannya melihat orang mati. Ibu tirinya, Della (Catherine O’hara) menjadi seniman nyentrik. Dia juga dibuntuti Rori (Justin Theroux) yang ingin menikahinya.

Review Film Beetlejuice Beetlejuice, Same Old With Less Charm

Review Film Beetlejuice Beetlejuice, Same Old With Less Charm

Pendeknya, hidup Lydia tak banyak membaik setelah pertemuannya dengan Bettlejuice.

Kembalinya Delores (Monica Bellucci), mantan istri Beetlejuice, membuatnya ketakutan. Lalu ada Jeremy (Arthur Conti) lelaki tamvan yang menarik hati Astrid. Apakah untuk menyelesaikan permasalahan hidupnya Lydia terpaksa memanggil Beetlejuice?

Ya, film ini banyak sekali plotnya. Perihal Delores seakan krusial tetapi ternyata berakhir melempem. Begitu pun soal Jeremy. Seolah filmmaker ingin membuat kejutan dengan harapan plot utama yang baru di pertengahan ditunjukkan, cukup untuk memaku penonton. Padahal plot itu hanya ulangan dari film pertamanya.

Review Film Beetlejuice Beetlejuice, Same Old With Less Charm

Review Film Beetlejuice Beetlejuice, Same Old With Less Charm

Penceritaan film pun doyan banyak ucap. Dialog suatu karakter menginformasikan hal A, diulang lagi oleh karakter lain. Ditambah komedi verbal yang kurang ngena.

Jadilah BEETLEJUICE BEETLEJUICE film banyak dialog yang terasa menjemukan.

Padahal visual gothic horror comedy khas sutradara Tim Burton sebenarnya asik dan unik untuk zaman sekarang. Apalagi akting para pemain, khususnya Michael Keaton, berkomitmen dan mampu untuk mendukung itu. Hanya saja kurang banyak mendapat spotlight atau diberi momentum kuat supaya lebih menghentak

Review Film Beetlejuice Beetlejuice, Same Old With Less Charm

Review Film Beetlejuice Beetlejuice, Same Old With Less Charm

Komedi visual yang bisa jadi daya tarik utama film, kalah porsi dengan dialog yang kurang menarik. Film butuh sekali energi ala film animasi komedi yang jarang ditunjukkan sepanjang film.

BEETLEJUICE BEETLEJUICE tampaknya akan sulit mengena audiens zaman now bila tak mengenal film pertamanya.

Continue Reading

Box Office

Review Film HOUND OF WARS, Penculikan Presiden Yang Monoton

Published

on

Hound Of Wars: Penculikan Presiden Yang Monoton

www.gwigwi.com – www.gwigwi.com – Dalam film ini, Ryder (Frank Grillo) menjadi satu-satunya pasukan khusus yang selamat dalam sebuah operasi yg gagal saat berusaha membunuh seorang warlord di Libya.

Hound Of Wars: Penculikan Presiden Yang Monoton

Hound Of Wars: Penculikan Presiden Yang Monoton

Ternyata gagalnya operasi tersebut dikarenakan Kolonel Hart (Robert Patrick) yang membelot dan memihak kepada warlord tersebut. Ryder pun berencana membalas dendam terhadap Hart dengan menculik presiden Amerika Serikat dan membongkar kemunafikan pemerintah AS dengan melakukan misi-misi pembunuhan terhadap tokoh-tokoh negara lain.
Hound Of Wars: Penculikan Presiden Yang Monoton

Hound Of Wars: Penculikan Presiden Yang Monoton

Tema film yang standard dan tanpa adanya kreativitas malah menjadikan film aksi yang monoton. Entah faktor apa yang terjadi? Kemudian durası di film ini juga terkesan diulur-ulur  dengan adegan-adegan tidak perlu dengan ending yang juga antiklimaks.
Hound Of Wars: Penculikan Presiden Yang Monoton

Hound Of Wars: Penculikan Presiden Yang Monoton

Adegan aksi dalam film ini yang masih OK untuk dilihat walau tidak sampai terlalu berkesan.
Performa Frank Grillo cukup baik di film ini namun sangat disayangkan akting Robert Patrick terasa penampilannya kaku dan kurang mendukung secara keseluruhan film. Begitupun dengan pemeran pendamping lainnya juga tidaklah istimewa.
Hound Of Wars: Penculikan Presiden Yang Monoton

Hound Of Wars: Penculikan Presiden Yang Monoton

Akhir kata, Hounds of War ini memang hanyalah film aksi kelas B yang biasa aja, semoga kelak Frank Grillo dapat membintangi film aksi yang lebih baik daripada ini.

Continue Reading

Interview on GwiGwi

Join Us

Subscribe GwiGwi on Youtube

Trending