Box Office
Review Film: The Finest Hours, Film Melodramatic yang Agak Datar Berlatar Disaster Movie
GwiGwi.com – The Finest Hours sesungguhnya punya cukup bekal untuk menjadi tontonan menarik, apalagi ketika melabeli dirinya sebagai sebuah disaster movie yang diangkat dari peristiwa nyata. Ya, kisah heroik para penjaga pantai Amerika pemberani dalam usaha mereka menyelamatkan lebih dari 30 awak kapal tanker minyak SS Pendleton yang terbelah dua karena di hantam badai nor’easter di lepas pantai New England 64 tahun silam dengan hanya bermodal kapal motor boat penyelamat kecil; CG 36500 mestinya bisa menjadi sajian besar yang menggugah emosi, sayang ia tidak mampu bercerita dengan baik.
Sutradara Craig Gillespie (Lars and the Real Girl, Million Dollar Arm) bisa saja membuang segala elemen-elemen romansa melodramatis yang terlalu banyak dan tidak perlu itu, tetapi nyatanya ia sama seperti karakter Bernard Webber yang memilih untuk melakukan segalanya sesuai dengan buku pedoman, dalam kasus ini buku pedoman Gillespie adalah novel biografi The Finest Hours: The True Story of the U.S. Coast Guard’s Most Daring Sea Rescue buah pena Michael J. Tougias dan Casey Sherman. Hasilnya, 117 menit The Finest Hours terasa begitu sangat panjang dan melelahkan.
Jangan salah, dari segi teknis, The Finest Hours sama sekali tidak buruk. Gillespie cukup piawai mengolah beberapa momennya dengan baik besama bantuan CGI yang bagus dan sinematografi cantik Javier Aguirresarobe.
Lihat saja misalnya ketika adegan Bernard Webber dan timnya nekat mempertaruhkan nyawa berusaha menembus gosong pasir dahysat dengan CG 36500 terasa begitu mendebarkan. Kamera Aguirresarobe bergerak dinamis menangkap momen-momennya dramatisnya, baik dari atas maupun bawah laut yang mampu menghadirkan sisi mencekam tersendiri.
Sementara di tempat lain Gillespie memperlihatkan wajah-wajah putus asa dari kru SS Pendleton yang terombang-ambing tak menentu di kapal minyak yang buntung separuh. Dan guna memperkuat melodramanya lebih jauh lagi, ditambahlah sosok Holliday Grainger sebagai Miriam calon istri Webber yang menunggu cemas.
Cinta, keberanian serta keajaiban dari sebuah peristiwa nyata bersejarah, begitu banyak benih-benih melodramatis berpotensi meletupkan emosi, tetapi nyatanya, The Finest Hours nyaris bergerak terlalu datar dan menjemukan, terlebih di bagian akhir yang berasa antiklimaks. Tidak peduli setinggi dan sedahsyat apa gelombang yang menghajar, meski terasa intens di beberapa bagian, namun karena ketidak becusan Gillespie mengolah emosi dari para cast-nya membuat kita tidak pernah bisa peduli dengan karakternya, tidak ada simpati yang hadir meski mereka bertaruh nyawa dan untuk film macam ini.
Ya, faktanya The Finest Hours memang diisi oleh nama-nama besar macam Chris Pine, Ben Foster, Casey Affleck sampai Erick Bana, tetapi tidak ada satu pun yang mampu bersinar.
Box Office
Review Film HOUND OF WARS, Penculikan Presiden Yang Monoton
www.gwigwi.com – www.gwigwi.com – Dalam film ini, Ryder (Frank Grillo) menjadi satu-satunya pasukan khusus yang selamat dalam sebuah operasi yg gagal saat berusaha membunuh seorang warlord di Libya.
Akhir kata, Hounds of War ini memang hanyalah film aksi kelas B yang biasa aja, semoga kelak Frank Grillo dapat membintangi film aksi yang lebih baik daripada ini.
Box Office
Review Film Hijack 1971, Adu Nyali Pilot Dengan Pembajak
www.gwigwi.com –
Box Office
Review Film The Bikeriders, Ketika Austin Butler Nge-Dilan
www.gwigwi.com – Tahun 1960an, Kathy (Jodie Comer) diminta temannya untuk ke bar. Bar itu ramai dengan klub motor Vandals pimpinan Johnny (Tom Hardy). Di sana lah Kathy bertemu salah satu anggota Vandals yang kelak akan menjadi suaminya, Benny (Austin Butler).
Diadaptasi dari buku dokumentasi kehidupan biker pada rentang tahun 1965-1973 berjudul sama, THE BIKERIDERS memang kilasan kehidupan klub motor Vandals. Awal mulanya, rekrut anggota, konflik internal hubungan dengan gang lain dan turbulensi drama lainnya.
Maka penonton seolah diminta untuk menjadi pengamat lika-liku kehidupan mereka tanpa terikat plot film yang super dramatik.
Jodie Comer dengan aksen selatannya dan sikap cueknya membuatnya menonjol di antara maskulinnya anggota Vandals. She chews the scenes easily.
Mudah sekali membuat karakter bos seperti Johnny klise tapi Tom Hardy hanya dengan ekspresi minimal dan tatapannya, memberikan kedalaman nan dimensi yang berbobot. Apalagi saat Johnny sadar Vandals menghadapi zaman baru yang tak dikenalnya.
Bagaimana dengan Austin Butler? Cukup duduk atau jalan dengan tampang cool nya saja sudah bisa bikin penonton klepek. Sutradara Jeff Nichols sepertinya mempunyai misi membuat Austin Butler sekeren mungkin dan si aktor pemeran ELVIS (2023) itu sangat mampu membawakannya.
Akting para pemainnya inilah yang membuat THE BIKERIDERS begitu memikat, di saat plot “cinta segitiga” antara Benny-Kathy-Johnny ini sudah umum ditemui di kisah lain.
Itulah rasanya kekurangan filmnya; bila segalanya dibuat seotentik mungkin dan dramatisasi film kurang kental…kenapa penonton tidak nonton dokumenter tentang biker saja tak perlu filmnya?
THE BIKERIDERS seolah sedikit penggambaran kematian perlahan suatu zaman yang lebih terhormat digantikan masa yang lebih keras dan bagaimana para pelakunya beradaptasi dengan itu; tertinggal, turun dari motor atau terus tancap gas…
-
Laptop4 weeks ago
Ini Dia 4 Laptop AI Terbaru dari Lenovo, Berikut Spesifikasi beserta Harganya
-
Teknologi3 weeks ago
Kreator Kevin Anggara Spill Rahasia Produktif dengan Galaxy Ring
-
TV & Movies3 weeks ago
Review Film Wicked, Awal Mula Sang Penyihir
-
Event3 weeks ago
Little Tokyo Junction, tempat dimana Cagub DKI Jakarta Mas Pram nge-chant “Heavy Rotation” bersama Wota dan Wibu!
-
TV & Movies3 weeks ago
Review Film We Live in Time, setiap menit yang penuh arti
-
Event2 weeks ago
Matsuya Ginza, Era Baru Belanja Mewah di Jepang yang Ramah untuk Turis Indonesia
-
Event2 weeks ago
Matsuya Ginza Luncurkan Platform Digital untuk Pelanggan Global
-
TV & Movies2 weeks ago
Review Film MOANA 2, Sekuel Sekedar Mengambang