Connect with us

TV & Movies

Review Film DUNE: PART TWO, Kembali Ke Arrakis Dengan Medah Tapi Kurang Menantang

Published

on

Review Film Dune: Part Two, Kembali Ke Arrakis Dengan Medah Tapi Kurang Menantang

www.gwigwi.com – Kesuksesan DUNE (2021) sukses meruntuhkan anggapan kalau novel DUNE karya Frank Herbert tidak mungkin bisa diadaptasi ke film. Beres dengan paruh awal, bisakah DUNE PART TWO (2023) ini menyelesaikan kisah ini bahkan membuka jalan untuk kisah buku berikutnya?

Paul (Timothée Chalamet) dan Jessica (Rebecca Fergusson) harus membaur dengan Fremen, warga lokal Arrakis setelah diserang Harkonnen. Jessica menemukan jalan untuk mengontrol Fremen dengan memanfaatkan agama mereka yang menganggap Paul adalah nabi/ Lisan Al-Ghaib dan Jessica sebagai pengganti Reverend Mother mereka.

Review Film Dune: Part Two, Kembali Ke Arrakis Dengan Medah Tapi Kurang Menantang

Review Film Dune: Part Two, Kembali Ke Arrakis Dengan Medah Tapi Kurang Menantang

Kebimbangan Paul antara menerima atau tidak peran messiah itu terolah dengan baik di sini. Chani (Zendaya) yang menyukai Paul tak ingin dia berubah sementara Stilgar (Javier Bardem) si Fremen konservatif percaya Paul adalah “The One” dan ingin anak muda itu memenuhi takdirnya.

Konflik batin Paul dari tarik menarik dua kutub pemikiran itu dan bagaimana Timothée mampu memainkan Paul yang awam padang pasir sampai menjadi pemimpin berkharismatik yang sangat meyakinkan itu wah sekali. Pesona utama dari bukunya ini bisa dibilang tersampaikan.

Review Film Dune: Part Two, Kembali Ke Arrakis Dengan Medah Tapi Kurang Menantang

Review Film Dune: Part Two, Kembali Ke Arrakis Dengan Medah Tapi Kurang Menantang

Bicara pesona tentu paling kentara adalah audiovisualnya yang luar biasa megah. Khususnya adegan Paul menaiki Shai-Hulud atau cacing raksasa, yang barangkali layak disematkan sebagai momen aksi paling epik dalam film sci-fi dalam dekade terakhir. Paul yang berdiri sementara ombak pasir besar datang seolah dia bersiap menaklukan badai dan suara gemuruh si cacing yang berkali-kali menggetarkan kursi IMAX itu..wah.

Filmmaker juga mampu menampilkan detail pada momen lebih personal seperti Fremen sekedar nongkrong di tenda, para tetua Fremen yang bermusyawarah bahkan senyum Reverend Mother Fremen yang sudah renta. Dennis Villenueve seakan sungguh syuting di Arrakis saking kuatnya kesan realisme yang dia dan tim hadirkan.

Review Film Dune: Part Two, Kembali Ke Arrakis Dengan Medah Tapi Kurang Menantang

Review Film Dune: Part Two, Kembali Ke Arrakis Dengan Medah Tapi Kurang Menantang

Si antagonis, keluarga Harkonnen anehnya tampak kesulitan menghadapi Fremen yang kerap menyerang panen Spice (sumber daya penting dunia DUNE) padahal di film pertama diceritakan mereka sudah berdekade-dekade menguasai Arrakis. Memang secara keseluruhan antagonis di sini kurang tajam untuk mengancam dominasi Paul dan Fremennya.

Feyd Rautha (Austin Butler) si musuh baru pun di luar dari kekejamannya kurang ditonjolkan bobot kedalamannya. Kesannya bila boleh lebih sinis para Harkonnen terasa tipikal orang jahat yang suka pakai warna hitam saja.

Saat konflik batin Paul begitu dimasak, konflik eksternal malah tidak sebanding hambatannya.

Review Film Dune: Part Two, Kembali Ke Arrakis Dengan Medah Tapi Kurang Menantang

Review Film Dune: Part Two, Kembali Ke Arrakis Dengan Medah Tapi Kurang Menantang

Nuansa misterius nan religius orang-orang fremen begitu kental terasa di DUNE (2020). Di Part Two ini nuansa itu seolah ternoda karena diframe sebagai produk pikiran fremen konservatif yang berpikiran pendek dan percaya dongeng. Paul dan Jessica seakan tukang tipu yang mempermainkan kepercayaan mereka.

Ya, Chalamet mampu meyakinkan menjadi messiah tapi seakan berdasarkan pada kebohongan bukan pada kebenaran dari agama itu sendiri. Tak nyaman saja melihat para penganut agama terlihat bodoh dan begitu tidak kritis di sini.

Review Film Dune: Part Two, Kembali Ke Arrakis Dengan Medah Tapi Kurang Menantang

Review Film Dune: Part Two, Kembali Ke Arrakis Dengan Medah Tapi Kurang Menantang

Di saat yang sama Paul memang bisa melihat masa depan dan cocok sebagai pemimpin. Barangkali campuran tukang tipu/messiah/pembalas dendam/pemimpin itulah kesan Paul yang sengaja dibuat filmmaker.

DUNE PART TWO (2023) mencapai level yang tinggi dalam audiovisual tapi pada intinya butuh tantangan yang lebih menikam untuk menambah bobot presentasi kisah dekonstruksi messiah ini.

Advertisement

TV & Movies

Review Film NEVER LET GO, Horor ala dongeng kelam

Published

on

Review Film Never Let Go

www.gwigwi.com – Junebug (Halle Berry) dan kedua anaknya; Sam (Anthony B. Jenkins) dan Nolan (Percy Daggs IV) pergi keluar rumahnya di tengah hutan antah berantah untuk pergi mencari makan. Ketiganya mengenakan tali yang terhubung dengan rumah. Mereka berjanji dengan sepenuh hati untuk tidak melepaskannya. Tali yang mengamankan mereka dari godaan iblis di hutan…

NEVER LET ME GO memilliki premis high concept sederhana yang tampaknya mudah sekali dibuat menjadi horror klise nan mudah ditebak. Menariknya, sedari pada membuatnya film horror biasa, film memiliki nuansa layaknya cerita dongeng yang kelam.

Review Film Never Let Go

Review Film Never Let Go

Mulai dari penggunaan chapter, setting hutan yang seperti kisah Hensel and Gretel dan nuansa mistis supranatural non abrahamic religius yang menyelimuti. Momen terbaiknya adalah saat film berasa seperti kisah folk tale ala amerika bagian selatan. Menjadikan NEVER LET GO berasa unik dan punya identitas sendiri.

June tampak paranoid berlebihan akan iblis di hutan. Samuel mau mempercayainya tapi Nolan mulai meragukan ibunya. Apalagi saat Koda, anjingnya, menjadi taruhan.

Apakah si iblis benar ada atau hanya godaan dari situasi mereka yang penuh putus asa? Film memainkan suspense tersebut dan sebagian besar cukup berhasil hingga membuat NEVER LET GO menjadi pengalaman unik dibanding horror lain.

Review Film Never Let Go

Review Film Never Let Go

Hanya saja begitu sampai pada jawabannya, boleh jadi kurang memuaskan. Agak membuat bingung apa kesimpulan film ini; ingin bicara soal konflik psikologis kah? Selamat dari monster? Atau keduanya?

Rasanya jawaban dari klimaksnya terlalu ingin meraup semua tapi justru berakhir gamang. Tidak dengan pembangunan ketegangannya yang diadegankan dengan efektif dan diakhiri dengan scare yang menghantam.

NEVER LET GO barangkali eksperimen menarik dari tipikal premis high concept yang biasanya ambil jalur aman saja. Film ini mau melangkah lebih jauh di luar zona aman dan serius menghadirkan sesuatu yang berbeda.

Continue Reading

TV & Movies

REVIEW FILM SPEAK NO EVIL, it’s okay to say no

Published

on

Review Film Speak No Evil, It’s Okay To Say No

www.gwigwi.com – Speak No Evil tahun 2024 ini adalah remake dari film Denmark dengan judul yang sama. Pada versi 2024 in disutradari oleh James Watkins dan diproduseri Jason Blum. Mirip dengan film aslinya, pasangan Ben (Scoot McNairy) dan Louise Dalton (Mackinzie Davis) beserta anaknya, Agnes (Alix West) sedang liburan ke Italia. Disana mereka berkenalan dengan keluarga lain yang terdiri dari Paddy (James McAvoy), Ciara (Ailsing Franciosi), dan anak laki-laki mereka yaitu Ant (Dan Hough). Paddy pun mengajak Ben dan keluarga untuk menginap di rumah mereka di pedesaan di Inggris, ide ini disambut baik oleh Ben yang ingin rehat sejenak dari khidupan perkotaan dan berharap dapat memperbaiki hubungannya dengan Louise yang dirasakan sudah mulai retak.

Review Film Speak No Evil, It’s Okay To Say No

Review Film Speak No Evil, It’s Okay To Say No

Awalnya liburan ini dianggap berdampak positif namun sifat Paddy yang lama-lama semakin agresif dalam mengasuh anak dan senang berdebat membuat Louise tidak nyaman. Hingga akhirnya Ben dan Louise pun memutuskan untuk pulang lebih cepat dari rencana awal; namun mereka mengetahui bahwa untuk keluar dari sana tidaklah mudah apalagi setelah mereka mengetahui rahasia gelapnya Paddy.

Review Film Speak No Evil, It’s Okay To Say No

Review Film Speak No Evil, It’s Okay To Say No

Walaupun Gwiple sudah tau bahwa ada yang salah dengan keluarganya Paddy, namun film ini akan terus membuat penontonnya tetap waswas dan penuh rasa antusias menunggu aksi kejamnya Paddy terhadap keluarga Dalton. Rasa waswas dan cemas ini akan terbayarkan dengan baik saat adegan-adegan klimaks diakhiri dengan ending yang juga memuaskan. Namun bagi para penggemar gore bakalan kecewa karena tidak ada adegan sadis selama film. Akting para pemain disini juga bagus-bagus terutama James McAvoy yang menampilkan sisi psychopath nya Paddy.

Review Film Speak No Evil, It’s Okay To Say No

Review Film Speak No Evil, It’s Okay To Say No

Speak No Evil ini menarik sekali untuk disaksikan oleh Gwiple karena ketegangan yang diberikan terasa pas dan bukan sekedar jumpscare. Kalian dapat mulai menontonnya pada tanggal 13 September ini di bioskop-bioskop kesayangan.

Continue Reading

TV & Movies

Review Film BEETLEJUICE BEETLEJUICE, SAME OLD WITH LESS CHARM

Published

on

Review Film Beetlejuice Beetlejuice, Same Old With Less Charm

www.gwigwi.com – Beetlejuice, Beetlejuice, Beetlejuice, disebut 3 kali maka keluarlah karakter ikonik yang dimainkan Michael Keaton ini setelah 35 tahun sejak film pertamanya, BEETLEJUICE (1988).

Apakah sekuelnya, BEETLEJUICE BEETLEJUICE (2024), masih memiliki energi yang sama dan tidak menjemukan? Hmmm…

Lydia (Winona Ryder) kini menjadi presenter acara supranatural. Hubungannya dengan anaknya, Astrid (Jenna Ortega) kacau karena kemampuannya melihat orang mati. Ibu tirinya, Della (Catherine O’hara) menjadi seniman nyentrik. Dia juga dibuntuti Rori (Justin Theroux) yang ingin menikahinya.

Review Film Beetlejuice Beetlejuice, Same Old With Less Charm

Review Film Beetlejuice Beetlejuice, Same Old With Less Charm

Pendeknya, hidup Lydia tak banyak membaik setelah pertemuannya dengan Bettlejuice.

Kembalinya Delores (Monica Bellucci), mantan istri Beetlejuice, membuatnya ketakutan. Lalu ada Jeremy (Arthur Conti) lelaki tamvan yang menarik hati Astrid. Apakah untuk menyelesaikan permasalahan hidupnya Lydia terpaksa memanggil Beetlejuice?

Ya, film ini banyak sekali plotnya. Perihal Delores seakan krusial tetapi ternyata berakhir melempem. Begitu pun soal Jeremy. Seolah filmmaker ingin membuat kejutan dengan harapan plot utama yang baru di pertengahan ditunjukkan, cukup untuk memaku penonton. Padahal plot itu hanya ulangan dari film pertamanya.

Review Film Beetlejuice Beetlejuice, Same Old With Less Charm

Review Film Beetlejuice Beetlejuice, Same Old With Less Charm

Penceritaan film pun doyan banyak ucap. Dialog suatu karakter menginformasikan hal A, diulang lagi oleh karakter lain. Ditambah komedi verbal yang kurang ngena.

Jadilah BEETLEJUICE BEETLEJUICE film banyak dialog yang terasa menjemukan.

Padahal visual gothic horror comedy khas sutradara Tim Burton sebenarnya asik dan unik untuk zaman sekarang. Apalagi akting para pemain, khususnya Michael Keaton, berkomitmen dan mampu untuk mendukung itu. Hanya saja kurang banyak mendapat spotlight atau diberi momentum kuat supaya lebih menghentak

Review Film Beetlejuice Beetlejuice, Same Old With Less Charm

Review Film Beetlejuice Beetlejuice, Same Old With Less Charm

Komedi visual yang bisa jadi daya tarik utama film, kalah porsi dengan dialog yang kurang menarik. Film butuh sekali energi ala film animasi komedi yang jarang ditunjukkan sepanjang film.

BEETLEJUICE BEETLEJUICE tampaknya akan sulit mengena audiens zaman now bila tak mengenal film pertamanya.

Continue Reading

Interview on GwiGwi

Join Us

Subscribe GwiGwi on Youtube

Trending