TV & Movies
Review Film Beautiful Disaster, kisah muda-mudi kasmaran bak roller coaster
www.gwigwi.com – Abbie (Virginia Elizabeth), ia memiliki masa lalu yang kelam dan membuatnya merasa terkekang sehingga untuk kali ini ingin terbebas dari semua itu serta menjalankan kehidupan anak muda pada umumnya.
Untuk itu, Abbie pun memutuskan untuk masuk perguruan tinggi di luar kota tanpa sepengetahuan ayahnya.
Bersama teman masa kecilnya, Abbie berusaha hidup mandiri dengan uang simpanan yang ia punya. Abbie pun bersedia jika harus kerja sampingan untuk menutupi kehidupan sehari-harinya.
At the moment, Abbie diajak ke sebuah club pertarungan bawah tanah oleh temannya, disana ia bertemu dengan Travis Maddox (Dylan Sprouse) yang merupakan petarung yang sangat populer, saking terkenalnya ia dikenal sebagai petarung tak terkalahkan yang disegani lelaki serta digilai oleh kaum hawa.
Namun sayang, Abbie yang hampir jatuh hati pada Travis seketika langsung ingin menghapusnya sebab Travis dikenal sebagai playboy yang sering tidur dengan sejumlah wanita.
Tentu saja, Abbie yang menjunjung tinggi kesetiaan sangat membenci Travis dan berusaha menghindarinya.
Sementara itu, Travis yang cool tiba-tiba menjadi penasaran akan kepolosan Abbie sehingga situasi menjadi kejar-kejaran. Travis berusaha mendekati Abbie sedangkan Abbie berusaha untuk menjauhi Travis.
Seakan semesta mendukung untuk selalu mentakdirkan mereka untuk selalu bertemu. singkat cerita, mereka membuat kesepakatan yang mengharuskan mereka tinggal bersama selama 3 bulan.
Lantas akankah perasaan Abbie berubah? Siapakah sebenarnya Abbie sampai-sampai ia lari dari ayahnya?
Filmnya adaptasi dari wattpad karangan Jamie McGuire punya alur yang klise dan mudah ditebak, namun justru alur seperti inilah yang banyak diburu kawula muda, apalagi buat mereka yang sedang dilanda cinta.
Tipikal film romantis pada umumnya, meskipun kita tahu bahwa film ini akan memiliki happy ending harus melewati konflik yang cukup berliku namun masih tetap bisa diterima penonton sebagai sajian yang ringan.
Akting Virginia dalam film ini cukup menggambarkan karakter Abbie secara utuh, meskipun dalam beberapa adegan masih terasa awkwardnya. Tapi, hal tersebut tidak menjadi masalah serius sebab secara keseluruhan, karakter Abbie berhasil dimainkan dengan baik.
Tak hanya itu, sosok Dylan Sprouse dalam film ini pun berpengaruh cukup besar agar film ini bisa dinikmati sehingga semua kekurangan yang ada dalam film ini seakan tak terlihat sebab ditutupi dengan akting Dylan yang semakin matang.
Kita tahu track record dari Dylan Sprouse, mulai dari aktor cilik, remaja, sampai ke dewasa sekarang ia memiliki kemampuan akting yang berkembang sangat pesat.
Kalian akan dibuat senyum-senyum sendiri sebab karakter Travis yang terlihat cuek namun sangat perhatian pada Abbie, atau kalian akan dibuat gemas dengan karakter Abbie yang mau-mau-nggak di hadapan Travis.
Secara keseluruhan, film Beautiful Disaster sangat menarik untuk ditonton jika kalian ingin menikmati sajian yang ringan-ringan saja atau jenuh dengan sajian film summer blockbuster yang bombastis.
TV & Movies
Review Film Joker: Folie a Deux, that’s all folks!
www.gwigwi.com – Pasca insiden di film pertama, Arthur Fleck (Joaquin Phoenix) menghabiskan waktu sehari-hari di Arkham Asylum.
Ia pun tersiksa dan tertindas karena setiap hari karena dipaksa untuk melempar lelucon kepada sipir penjara sembari menunggu proses hukum terhadap dirinya.
Ia pun bertemu Harleen Quinzell, yang mendewakan sosok Joker dan juga memperkenalkan musik sebagai coping mechanism atas apa yang diderita oleh Arthur.
Jujurly, menurut gue gak semua film yang sukses secara kualitas maupun komersial harus ada sekuelnya dan jika “dipaksakan” akan aneh jadinya. Mungkin hal tersebut berlaku juga di film ini.
Namun layaknya sebuah sekuel, gue suka dengan kompleksitas karakter Joker yang merupakan sebab akibat dari film pertamanya yang makin karismatik yang dimana ia mampu mengendalikan massa dan sosok Harley Quinn.
Ada sesuatu yang baru di film ini yaitu elemen musikal yang dieksekusi malu-malu kucing maksud hati ingin terkesan stylish, namun di sisi lain ingin tetap menjadi crime dan psychological drama.
Namun output dari film ini memiliki hasil yang kurang seimbang transisi antara kedua elemen ini pun gak berjalan smooth.
Performa Lady Gaga pun disini terkesan seperti potensi yang di sia-siakan. There’s no room for her untuk menunjukkan kualitas bermusik dan berakting. Padahal Gaga punya track record yang cukup oke ketika ia bermain film.
Lain halnya dengan Joaquin Phoenix yang asik aja dan mampu bergonta-ganti persona sebagai Arthur Fleck dan Joker semudah membalikkan telapak tangan di sepanjang film.
Di film ini juga dinamika “asmara” antara Joker dan Harley disini sangat eye catchy untuk diikuti dan dikemas dengan lagu-lagu lawas nan asik bikin kita SING-a-long di sepanjang film.
Akhir kata, Joker: Foile a Deux merupakan sajian film yang dicukupkan saja di film pertama. Kalau tetap membuat formula crime dan drama tanpa elemen musikal gue rasa akan lebih mudah diterima oleh audiens.
TV & Movies
Review Film LEMBAYUNG, Teror Sexual Abuse Yang Lemah
www.gwigwi.com – Arum (Yassamin Jasem) dan Pica (Taskya Namya) menjalani praktek kuliah kedokteran di Rumah Sakit Lembayung. Mereka langsung di tolak Dokter Ringgo (Oka Antara) yang hanya menginginkan anggota medis lelaki. Meski akhirnya tetap bisa praktek, kedua mahasiswi itu mulai merasakan beragam keanehan dan perlahan terkuak rahasia gelap di sana….
LEMBAYUNG sebenarnya mempunyai pesan yang mulia mengenai pelecehan seksual yang kontemporer. Dari karakter Arum sebagai sudut pandang korban di mana dimainkan dengan baik oleh Yasamin, terlihat penderitaan yang sulit terkatakan dan hanya bisa disimpan tapi dianggap normal oleh pelaku seperti karakter Heru (Ence Bagus).
Scare dan ketegangannya pun boleh juga untuk beberapa momen. Tantri (Anna Jobling) yang menghantui Lembayung mampu tampil creepy dan untuk momen menyentuh dia cukup berhasil.
Sayangnya segala potensi film baik pesan atau akting terasa percuma melihat banyaknya kekurangan LEMBAYUNG.
Durasi banyak dihabiskan untuk sekedar melihat keseraman saja tanpa arah yang jelas film mau ke mana. Karakter kebanyakan berlaku pasif, seolah sebagai samsak derita saja. Scare pun terlalu lama dan diberikan kejutan yang sepertinya ingin “shock” penonton tapi justru berakhir konyol. Logika yang diterabas asal adegan seram bisa terus berlanjut. Kemudian adegan frontal baik pelecehan dan sadisme yang tidak perlu.
Sutradara perdana Baim Wong sepertinua masih harus banyak belajar mengenai esensi ceritanya, sensitivitas di dalamnya dan bagaimana menyampaikannya. Jawabannya saat press conference begitu ditanya soal hal-hal sensitif dari filmnya, rasanya menunjukkan masih kurangnya koneksi beliau akan temanya sendiri dan definitely leave a lot to be desire.
LEMBAYUNG barangkali peringatan untuk awareness soal isu patriarki dan soal sexual abuse, tapi kalah oleh lemahnya storytelling dan keinginan besarnya untuk menunjukkan horror yang, maaf, murahan.
TV & Movies
Review Film NEVER LET GO, Horor ala dongeng kelam
www.gwigwi.com – Junebug (Halle Berry) dan kedua anaknya; Sam (Anthony B. Jenkins) dan Nolan (Percy Daggs IV) pergi keluar rumahnya di tengah hutan antah berantah untuk pergi mencari makan. Ketiganya mengenakan tali yang terhubung dengan rumah. Mereka berjanji dengan sepenuh hati untuk tidak melepaskannya. Tali yang mengamankan mereka dari godaan iblis di hutan…
NEVER LET ME GO memilliki premis high concept sederhana yang tampaknya mudah sekali dibuat menjadi horror klise nan mudah ditebak. Menariknya, sedari pada membuatnya film horror biasa, film memiliki nuansa layaknya cerita dongeng yang kelam.
Mulai dari penggunaan chapter, setting hutan yang seperti kisah Hensel and Gretel dan nuansa mistis supranatural non abrahamic religius yang menyelimuti. Momen terbaiknya adalah saat film berasa seperti kisah folk tale ala amerika bagian selatan. Menjadikan NEVER LET GO berasa unik dan punya identitas sendiri.
June tampak paranoid berlebihan akan iblis di hutan. Samuel mau mempercayainya tapi Nolan mulai meragukan ibunya. Apalagi saat Koda, anjingnya, menjadi taruhan.
Apakah si iblis benar ada atau hanya godaan dari situasi mereka yang penuh putus asa? Film memainkan suspense tersebut dan sebagian besar cukup berhasil hingga membuat NEVER LET GO menjadi pengalaman unik dibanding horror lain.
Hanya saja begitu sampai pada jawabannya, boleh jadi kurang memuaskan. Agak membuat bingung apa kesimpulan film ini; ingin bicara soal konflik psikologis kah? Selamat dari monster? Atau keduanya?
Rasanya jawaban dari klimaksnya terlalu ingin meraup semua tapi justru berakhir gamang. Tidak dengan pembangunan ketegangannya yang diadegankan dengan efektif dan diakhiri dengan scare yang menghantam.
NEVER LET GO barangkali eksperimen menarik dari tipikal premis high concept yang biasanya ambil jalur aman saja. Film ini mau melangkah lebih jauh di luar zona aman dan serius menghadirkan sesuatu yang berbeda.
-
Gaming4 weeks ago
Review P3R Episode Aigis: Ungkap Kebenaran yang Sesungguhnya
-
TV & Movies4 weeks ago
REVIEW FILM SPEAK NO EVIL, it’s okay to say no
-
Music4 weeks ago
WHITE SCORPION Akan Segera Merilis Album Berjudul ‘Ugoku Kuchibiru’
-
Gaming4 weeks ago
Proyek Ulang Tahun ATLUS ke-35 Metaphor: Refantazio Tujuan Perjalanan dan Menjelajahi Dunia Terungkap
-
TV & Movies3 weeks ago
Review Film NEVER LET GO, Horor ala dongeng kelam
-
Smartphone4 weeks ago
POCO Fans yang Mau #POCOnyaBeraksi Menaklukkan PUBG Mobile, Pantang Melewatkan Promo POCO F6!
-
Event3 weeks ago
Genshin Impact Merayakan Anniversary Keempat dan Ekspansi Tahunannya dalam Acara Khusus Fan Art Genshin Impact di HoYoFair yang Akan Tayang pada 21 September
-
Gaming4 weeks ago
Persona 3 Reload: Expansion Pass – Gelombang 3 Episode Aigis Akhirnya Tiba!