Connect with us

TV & Movies

Pendaftaran FFI 2023 Resmi Ditutup Dan Rangkaian Proses Penjurian Resmi Dimulai

Published

on

Pendaftaran Ffi 2023 Resmi Ditutup Dan Rangkaian Proses Penjurian Resmi Dimulai

www.gwigwi.com – Penutupan pendaftaran Festival Film Indonesia (FFI) 2023 untuk kategori Film Non Cerita Panjang pada tanggal 31 Agustus 2023 kemarin menutup seluruh rangkaian pendaftaran FFI 2023. Komite Festival Film Indonesia (FFI) 2023 juga sebelumnya telah menutup pendaftaran untuk kategori Film Cerita Panjang pada tanggal 15 Agustus 2023. Rangkaian proses penjurian akan dimulai hari ini, tanggal 2 September 2023, dari tahap rekomendasi asosiasi-asosiasi perfilman hingga tahap pemenang berdasarkan penilaian Dewan Juri Akhir.

Sebanyak 742 karya, baik film cerita panjang, film pendek, film animasi, film dokumenter, dan kritik film telah diterima oleh Komite FFI 2023. Jumlah tersebut terdiri dari 75 judul film cerita panjang, 566 judul film non cerita panjang dengan rincian 336 judul film cerita pendek, satu judul film animasi panjang, 89 judul film animasi pendek, 22 judul film dokumenter panjang, dan 118 judul film dokumenter pendek, serta 101 judul kritik film.

“Senang sekali melihat jumlah film dan karya kritik yang mendaftar FFI tahun ini meningkat lebih dari 50% dari tahun sebelumnya. Semakin banyak film-film Indonesia yang lolos seleksi festival luar negeri, film-film yang menampilkan nilai dan budaya lokal, serta film-film yang dibuat oleh  pembuat film dari daerah turut ambil bagian. Semoga keragaman film yang lolos 30 besar seleksi awal FFI 2023 dapat memberi warna dan penanda capaian perfilman Indonesia yang semakin maju,” tutur Reza Rahadian, Ketua Komite FFI 2021-2023.

Berdasarkan kriteria dan elemen penjurian, potensi nominasi, serta persyaratan administrasi, 30 film cerita panjang yang berhasil lolos Tahap Seleksi Awal adalah 1) 24 Jam Bersama Gaspar, 2) Ali Topan, 3) Berbalas Kejam, 4) Budi Pekerti, 5) Buya Hamka Vol. 1, 6) Catatan Si Boy, 7) Cek Toko Sebelah 2, 8) Cross The Line, 9) Dear David, 10) Dear Jo: Almost is Never Enough, 11) Detektif Jaga Jarak, 12) Galang, 13) Ganjil Genap, 14) Jalan Yang Jauh Jangan Lupa Pulang, 15) Kembang Api, 16) Ketika Berhenti Di Sini, 17) Like & Share, 18) Onde Mande!, 19) Orpa, 20) Puisi Cinta Yang Membunuh, 21) Qodrat, 22) Qorin, 23) Sara, 24) Sewu Dino, 25) Sleep Call, 26) Sri Asih, 27) Tegar, 28) The Big 4, 29) Waktu Maghrib, dan 30) Women From Rote Island.

Pendaftaran Ffi 2023 Resmi Ditutup Dan Rangkaian Proses Penjurian Resmi Dimulai

Pendaftaran Ffi 2023 Resmi Ditutup Dan Rangkaian Proses Penjurian Resmi Dimulai

Pendaftaran Ffi 2023 Resmi Ditutup Dan Rangkaian Proses Penjurian Resmi Dimulai

Pendaftaran Ffi 2023 Resmi Ditutup Dan Rangkaian Proses Penjurian Resmi Dimulai

Garin Nugroho, Ketua Bidang Penjurian FFI 2023, menyampaikan kegembiraannya melihat antusiasme para pembuat film dan kritikus film tahun ini. “Festival Film Indonesia adalah ajang yang menjaga kebersamaan para insan film Indonesia untuk saling membangun. Banyaknya peserta tahun ini menunjukkan harapan para insan film Indonesia untuk terus berkarya dan memajukan industri film Indonesia, serta membangun industri film Indonesia yang lebih baik dan lebih maju dengan penuh keragaman dan semangat baru. Saya ucapkan selamat kepada 30 film yang lolos seleksi awal FFI 2023. Mari kita rayakan keberagaman, kebersamaan, dan pencapaian film Indonesia 2023,” ucap Garin Nugroho.

Film-film tersebut selanjutnya akan melalui Tahap Rekomendasi dari asosiasi-asosiasi profesi perfilman. Tahun ini, proses penjurian film kembali akan dilakukan secara daring di Ruang Penayangan FFI. Platform penayangan daring ini tersedia atas kerja sama Komite FFI 2023 dengan Bioskop Online dan hanya dapat diakses oleh para juri yang bertugas. Akademi Citra FFI yang terdiri dari sineas pemenang Piala Citra FFI juga akan kembali terlibat untuk menentukan daftar nominasi masing-masing kategori penghargaan. Sebanyak 97 anggota Akademi Citra telah menyatakan kesediaannya manjadi Juri Nominasi tahun ini.

Selain itu, Komite FFI 2023 masih membuka kesempatan bagi masyarakat pecinta film Indonesia untuk berpartisipasi melalui kategori penghargaan khusus, yaitu Film, Aktor, dan Aktris Pilihan Penonton. Film yang dapat dipilih adalah film-film yang berhasil lolos tahap Seleksi Awal FFI 2023. Aktor dan aktris yang dapat dipilih pun adalah mereka yang bermain di film-film tersebut. Pemilihan kategori penghargaan khusus ini dapat dilakukan melalui situs resmi FFI (https://festivalfilm.id/vote) dimulai 2 September 2023 dan berakhir 31 Oktober 2023.

Daftar film non cerita panjang, baik film cerita pendek, film animasi, dan film dokumenter, serta karya kritik film yang berhasil lolos tahap Seleksi Awal juga akan diumumkan menyusul. Daftar nominasi FFI 2023 akan diumumkan pada tanggal 14 Oktober 2023. Malam puncak anugerah Piala Citra FFI 2023 akan dilakukan pada tanggal 14 November 2023.

Advertisement

TV & Movies

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling klasik

Published

on

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

www.gwigwi.com – Shakespeare, Jane Austen, Louisa May Alcott dan sekarang 3 Musketeers nya Alexandre Dumas. Tampaknya karya-karya klasik para penulis legenda itu tak akan pernah berhenti diadaptasi. Nah, tergantung pada filmmakernya, bisakah memberikan corak baru saat menggubahnya?

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

THE THREE MUSKETEERS: D’ARTAGNAN (2023)  berkisah tentang D’artagnan (François Civil) yang ingin bergabung menjadi anggota Musketeer-nya Raja Perancis. Ia kemudian harus memghadapi konspirasi yang ingin menggulingkan kepemimpinan kerajaannya bersama 3 Muskeeter; Athos (Vincent Cassel), Porthos (Pio Marmaï) dan Aramis (Romain Duris).

Paling mencolok adalah bergantinya tipikal ksatria berbaju bersih klimis perlente seperti serial drama periode Downton Abbey (2010), dengan jubah Musketeer yang terlihat usang, kotor diterpa debu yang justru membuat pemakainya terlihat sebagai ksatria gagah kaya pengalaman yang tangguh. Bukan cosplayer event Renaisans.

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

Aksi dibuat lebih kasar hampir ala baku hantam preman dan dishoot dengan hand held mengikuti kibasan pedang walau agak shaky. Semua untuk membuat aksi lebih realis bak di Trilogi film Bourne. Pengadeganan ini menambah tensi koreografi yang sudah menarik.

Cerita pun mudah diikuti meskipun penonton tak kenal novelnya. Dengan alur cepat, penuh tensi penonton mengikuti D’artagnan yang berpapasan dengan 3 Musketeer satu per satu dalam adegan yang lucu, berwarna kepribadian para karakternya dan berenergi.

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

Review Film The Three Musketeers: D’artagnan, Swashbuckling Klasik

Ya film ini memang menampilkan aksi lebih gritty namun film tak lantas kelam muram durja. Para musketeer kuat, berkarisma dan full of life, membuat mereka mudah disukai seperti kebanyakan superhero Marvel.

THE THREE MUSKETEERS: D’ARTAGNAN (2023) adalah swashbuckling flick seru yang mengingatkan pada film seperti THE MASK OF ZORRO (1998). Genre petualangan mendebarkan yang Hollywood bantu populerkan tapi seolah lupa bagaimana meramunya lagi (uhukUncharteduhuk).

Continue Reading

TV & Movies

Review Film Thanksgiving, Perayaan Untuk Balas Dendam

Published

on

Review Film: Thanksgiving, Perayaan Untuk Balas Dendam

www.gwigwi.com –

Black Friday dan Thanksgiving merupakan 2 event yang saling melengkapi pada bulan November apalagi dengan konsumerisme yang semakin bertambah, event Black Friday sering memakan korban para pengunjung yang berebutan mencari barang-barang diskon. Kota Plymouth yang merupakan asal dari tradisi Thanksgiving pun tidak terlepas dari tragedi Black Friday yang memakan beberapa korban jiwa di Right Mart.
Review Film: Thanksgiving, Perayaan Untuk Balas Dendam

Review Film: Thanksgiving, Perayaan Untuk Balas Dendam

Penyebabnya bisa dianggap sepele, karena para pengunjung yang sudah lama mengantri menjadi rusuh ketika mereka  melihat Jessica Wright (Nell Verlaque); putri dari Thomas Wright (Rick Hoffman) yang merupakan pemilik dari Right Mart; bersama teman-temannya bisa masuk duluan ke dalam toko untuk berbelanja. Keadaan cepat menjadi tidak terkendali dan beberapa korban berjatuhan, namun oleh aparat peristiwa ini dianggap sebagai suatu tragedy dan tidak ada yang dipidana.
Review Film: Thanksgiving, Perayaan Untuk Balas Dendam

Review Film: Thanksgiving, Perayaan Untuk Balas Dendam

Satu tahun kemudian, tragedi malam Black Friday masih menjadi kontroversi di Plymouth dan untuk menambah ketegangan di kalangan penduduk; seorang pembunuh berantai berkeliaran membunuh orang-orang yang dianggap memicu kerusuhan tahun lalu. Jessica yang merasa ikut bertanggung jawab atas kejadian tahun lalu membantu Sheriff Newlon (Patrick Dempsey) dalam mengungkap siapa pembunuh yang memiliki kaitan dengan salah satu korban Black Friday.
Eli Roth yang menyutradarai film ini tidaklah asing dengan genre horror dengan film-film sebelumnya seperti Urban Legend dan  Chainsaw.
Review Film: Thanksgiving, Perayaan Untuk Balas Dendam

Review Film: Thanksgiving, Perayaan Untuk Balas Dendam

Dengan bergaya 80s slasher movie, Thanksgiving banyak menampilkan adegan gore (yang sayangnya cukup banyak yang disensor) yang membuat ngilu Gwiple yang menontonnya. Siapa pelaku pembunuhan berantai ini pun cukup sulit untuk ditebak pada awal-awal cerita. Mungkin Gwiple baru bisa menebaknya pada pertengahan atau menjelang akhir film.
Overall, Thanksgiving ini seru dan tidak semata-mata mengandalkan jumpscare untuk membuat penonton merasakan sensasi ketegangan  walaupun memang adegan-adegan sadis di film ini tidak cocok untuk sebagian kalangan. Bagi penggemar film slasher bisa segera menonton Thanksgiving di bioskop-bioskop kesayangan mulai dari 22 November 2023 ini.
Continue Reading

Box Office

Review Film The Hunger Games: The Ballad of Songbirds and Snakes, Prekuel yang Perih

Published

on

Review Film The Hunger Games: The Ballad Of Songbirds And Snakes, Prekuel Yang Perih

www.gwigwi.com – The Hunger Games. Barangkali tak sedikit yang lupa kalau film adaptasi novel karya Suzanne Collins berjudul sama pada tahun 2012 ini menggagas demam kisah Distopia Remaja ke Hollywood; Divergent, Maze Runner, etc.

Seakan berharap franchise ini masih ada gasnya, Lionsgate mengadaptasi buku The Hunger Games: The Ballads of Songbirds and Snakes yang menceritakan masa muda si antagonis Presiden Snow.

Paska perang antara Capitol dan pemberontak yang disebut The Dark Days, Coriolanus Snow (Tom Blyth) hidup miskin dengan neneknya (Fionnula Flanagan) dan sepupunya Tigris Snow (Hunter Schafer). Di depan teman-teman kuliahnya yang kaya, dia berlagak setara. Tidak ngambil makanan gratis padahal kelaparan.

Coryo berharap mendapat penghargaan saat Reaping karena kerajinannya di universitas. Dia malah ditugaskan pencetus Hunger Games Casca Highbottom (Peter Dinklage) untuk menjadi mentor gadis nyentrik dari distrik 12 bernama Lucy Gray Bird (Rachel Zegler) untuk Hunger Games ke 10.

Review Film The Hunger Games: The Ballad Of Songbirds And Snakes, Prekuel Yang Perih

Review Film The Hunger Games: The Ballad Of Songbirds And Snakes, Prekuel Yang Perih

Coryo juga berhubungan dengan Gamemaker Dr. Volumtia Gaul (Viola Davis) yang mengajarkannya esensi Hunger Games dan mengarahkannya menjadi sosok yang dikenal fans di trilogi mbak Katniss Everdeen.

Rasa percaya diri yang besar bisa dirasakan dari film bergenre political thriller romance ini. Total mengedepankan kekejaman yang membuat perih baik di dalam maupun di luar arena. Intrik, senyum palsu, kebohongan, kekejaman mengadu anak-anak untuk saling bunuh dan pengkhianatan. Konsekuensi pada batin dari semua peristiwa itu dan keputusan yang diambil setelahnya. Sebuah film kelam yang cukup berani dan seakan melawan pasar audiens film mainstream umumnya.

Oleh karena hal itu juga THE HUNGER GAMES:THE BALLADS OF SONGBIRDS AND SNAKES menjadi unik dan mampu frontal memberikan pesannya.

Coryo terlihat sebagai orang biasa yang ingin mengangkat derajatnya dengan cara yang dianggap lurus tapi tak ragu bermain di sistem yang kejam. Seolah yang penting tujuannya tercapai, tapi Tom Blyth tak membuatnya sosok yang nihil emosi. Dari tatapannya dia mampu memancing iba yang membuat penonton peduli padanya sepanjang film. Namun sekaligus meyakinkan saat akhirnya membuat pilihan menyayat hati.

Lucy Gray Bird seperti peserta American Idol yang terjebak Hunger Games. Dia berani pada Capitol, mengerti yang harus dilakukan untuk bertahan dan ketika menyanyi memiliki pesona mudah disukai layaknya bintang.

Review Film The Hunger Games: The Ballad Of Songbirds And Snakes, Prekuel Yang Perih

Review Film The Hunger Games: The Ballad Of Songbirds And Snakes, Prekuel Yang Perih

Hubungan Coryo dan Lucy Gray ini beda dari Katniss dan Peeta. Karena keduanya memiliki moral yang lebih fleksibel, tak selurus duo trilogi sebelumnya. Hal ini membuat dinamika cerita menjadi lebih menarik dan tematik dengan dunia permainan Hunger Games; Apakah benar kepentingan mereka searah? Seberapa kuat dasar hubungan mereka untuk mereka saling percaya?

Coryo tidak membenci para peserta distrik lain tapi juga tidak terlihat total menyetujui Hunger Games. Dia hanya ingin ke “atas.” Maka agak aneh saat dia membela sistem battle royale itu dan bentrok dengan temannya Sejanus (Josh Andres Rivera) yang ingin melakukan perubahan. Begitu pun Lucy Gray yang sepertinya butuh pembangunan lebih banyak supaya aksinya di klimaks lebih bisa diterima.

Untungnya penyutradaraan Francis Lawrence dan akting para pemainnya tetap konsisten meyakinkan dalam membawakannya. Konflik batin, verbal dan fisik Hunger Games yang menegangkan tersaji oleh para filmmaker yang tampak sudah paham betul apa key selling point franchise ini dan bagaimana meramunya.

Pembuka diperlihatkan gedung-gedung Capitol yang hancur saat perang di mana Coryo dan Tigris kecil mencoba bertahan di sana. Pemandangan yang kini sedihnya familiar berseliweran di sosmed.

Kebetulan atau takdir yang luar biasa soal relevansi film ini dengan keadaan sekarang. Pilihannya pada penonton atau pelaku; Apakah bermain dengan sistem yang jahat karena seakan itulah dunia atau mencoba berontak sebisa mungkin seperti Katniss dan kawan-kawan. Coriolanus Snow akhirnya membuat pilihannya dan meski akhirnya sampai ke tujuan, bayarannya secara personal sangat mahal.

Continue Reading

Trakteer

Interview on GwiGwi

Join Us

Subscribe GwiGwi on Youtube

Trending