GwiGwi.com – Masaki Suda dan Fukase (Sekai no Owari) berperan dalam film “Character.”
Film ini ditulis oleh Takashi Nagasaki dan disutradarai oleh AKIRA Nagai. Fukase dari band pop “Sekai no Owari” akan melakukan debut aktingnya di film tersebut. Masaki Suda akan memerankan karakter utama Keigo Yamashiro. Dia adalah seorang penulis manga, tetapi dia terjebak dalam peran asisten karena ketidakmampuannya untuk menciptakan karakter jahat. Dia kemudian menemukan lokasi pembunuhan.
“Character” akan dirilis pada Juni 2021 di Jepang.
Sinopsis olehAsianWiki: Keigo Yamashiro (Masaki Suda) bercita-cita menjadi penulis manga populer. Dia memiliki bakat alami untuk menggambar, tetapi karena kepribadiannya yang baik, dia memiliki masalah dalam menciptakan karakter penjahat. Karena itu, Keigo Yamashiro sepertinya terjebak sebagai asisten penulis manga. Mengikuti permintaan master manganya, Keigo Yamashiro mengunjungi sebuah rumah untuk membuat sketsa keluarga bahagia. Di sana, Keigo Yamashiro menemukan empat anggota keluarga yang tewas dan seorang pria tak dikenal.
Keigo Yamashiro berbohong kepada polisi bahwa dia tidak melihat pembunuhnya. Dia kemudian mulai menggambarkan si pembunuh sebagai penjahat di manga “34.” Manga ini menjadi hit dan Keigo Yamashiro mencapai popularitas sebagai penulis manga. Sementara itu, kasus yang mirip dengan insiden yang ditemukan di 34 manganya terjadi di kehidupan nyata. Pembunuhnya kemudian muncul di depan Keigo Yamashiro.
Sutradara Ryan Coogler dan Michael B. Jordan. Tiap mereka tandem, tampaknya selalu…deliver. Setelah main BLACK PANTHER (2017) keduanya main bersama lagi dalam genre yang tak diduga, horror, dan tidak cuma horror biasa, no. Horror berbalut sosiokultural ras kulit hitam amerika berjudul SINNERS
Duo gangster kembar yang dipanggil Smoke dan Stack atau dikenal Smokestack (Michael B. Jordan) kembali ke kampung halaman sedari Chicago. Mereka ingin memulai bisnis yakni membuat tempat hiburan malam di mana orang kulit hitam yang lelah dengan pekerjaan dan rasisme bisa lepas bersantai bernama Club Juke.
Review Film Sinners, Vampir Ala Dongeng African American
Sepupu mereka, Samee (Miles Cotton) berbakat menyanyi blues dan diminta untuk meramaikan Club Juke. Siapa sangka nyanyiannya memanggil tamu lain. Jenis yang haus darah pimpinan Remmick (Jack O’Connel)….
SINNERS memberi banyak durasi untuk mengenalkan amerika daerah selatan masa hukum opresif bernama Jim Crow. Suka duka warga kulit hitam dan musik blues sebagai pelarian mereka. Alih-alih horror, porsi ini terasa seperti film gangster drama kalau opening film tidak menginformasikan adanya horror.
Dan mungkin itu yang bisa membuat film agak sulit di pasar. SINNERS lebih kental dengan seluk beluk kehidupan karakter dan budayanya, lalu ketika horror mulai terbangun dan dikenalkan, durasinya justru lebih lama dari bagaimana karakternya akan bertahan hidup.
Review Film Sinners, Vampir Ala Dongeng African American
Tetapi justru itulah daya tarik utama SINNERS. Filmmakernya tidak terlalu tertarik dengan kelamaan main kejar-kejaran dengan vampir, tapi bagaimana pemikiran para penghisap darah itu berembuk dengan minoritas yang susah payah hidup di bawah tekanan; apakah ikut vampir, monster tapi bebas lepas nan bersatu? Atau menjadi diri sendiri tapi nelangsa?
Tak berarti film minim teror, no. Vampir di SINNERS itu menikmati hidupnya; santai, bernyanyi dan menari dengan semangat di hadapan mangsanya yang ketakutan. Adegan mereka berkumpul dan “berpesta” di depan Smoke dan lainnya terkepung, itu mungkin salah satu adegan horror ter..creepy tahun ini.
Review Film Sinners, Vampir Ala Dongeng African American
Remmick si vampir, wah, kharismatik, lepas, mungkin salah satu depiksi vampir yang…wah.
Di beberapa adegan scare lain pun, Ryan Coogler seakan menolak mengadegankannya dengan cara konvensional, tetapi tetap familiar dan tentunya menegangkan.
Musik blues menjadi pelarian Slim (Delroy Lindo) saat mengingat nasib temannya, dan sepertinya itulah muara pesan SINNERS; derita dan senang yang akhirnya terekspresikan dengan musik yang indah dan menggetarkan jiwa. Sukacita singkat di Club Juke dan mimpi buruk diserbu vampir setelahnya, seakan gambaran dari sulitnya minoritas untuk bersatu dan bahagia, namun akhirnya mampu bertahan dan mengubah memori itu menjadi karya indah.
Sekelompok tentara; Sam (Joseph Quinn), Erik (Will Poulter), Tommy (Kit Connor), Ray (D’Pharaoh-A-Tai), Frank (Taylor John Smith), Brian/Zawi (Noah Centineo) dan lainnya, sedang kegirangan menonton video klip seperti anak-anak SMA di markas yang terang benderang.
Kontras dengan gelapnya malam, disiplin dan senyapnya saat mereka melakukan operasi. Keputusan untuk main ambil rumah orang untuk dijadikan markas, dan menjebol dinding rumah tanpa izin, langsung bercerita sisi arogan militer Amerika tanpa banyak bicara.
Review Film Warfare, Realitas Teror, Kacau Dan Konyolnya Perang
Ya, WARFARE tidak memiliki build up cerita ala Hollywood standar dengan mengenalkan latar belakang satu-persatu tentaranya, tetapi langsung menaruh penonton di situasi perang; menunggu, baku tembak dan teriakan tentara terluka.
Dialog ala soap opera drama diganti dengan beragam istilah militer untuk mengawasi sekitar tempat bersembunyi, kode untuk bergerak bersama dan meminta bantuan melalui radio. Konsisten menunjukkan realisme perang.
Review Film Warfare, Realitas Teror, Kacau Dan Konyolnya Perang
Meski tak banyak dialog, suspense peperangan selalu jelas, selalu meningkat ketegangannya dan selalu asik ditunggu apa yang akan terjadi berikutnya.
Sutradara Alex Garland sebelumnya mendirect CIVIL WAR, yang memiliki adegan perang mumpuni berkesan realistis, ngegas lebih lagi untuk WARFARE. Tidak sendiri, dia ditemani Ray Mendoza, di mana ide cerita film berasal dari pengalamannya di Perang Irak. Kaya akan desingan peluru, teriakan baik perintah atau permintaan tolong, ledakan yang membuat kuping berdengung lama dan terpojoknya mereka dihujani pelor dari bermacam sisi.
Review Film Warfare, Realitas Teror, Kacau Dan Konyolnya Perang
Adegan perang di WARFARE saat sedang panasnya, bisa membuat meringis melihat tentara terluka parah, lelah dengan gaduhnya serangan dari bermacam arah dan merasa tidak pasti karena kacaunya situasi. Sehabis nonton, rasanya masih ada debu bekas baku tembak menempel di baju dan masih terngiang riuhnya perang.
Itulah yang..wah dari WARFARE, kuat visualnya justru bercerita banyak dibanding film perang lain yang banyak mulut.
Dari intensnya situasi hidup dan mati bisa dipahami para tentara ini sangat akrab dengan satu sama lain bak saudara kandung; bagaimana mereka melihat rumah warga sebagai objek militer tanpa mempedulikan pemilik rumah setuju atau tidak; jenuh dan lelahnya harus selalu siap kapan pun juga mengawasi sekitar dan yang paling menariknya; dan paling..wah ternyata dengan segala banyaknya personil, pesawat tempur, intel, peralatan militer dan tank, tak menjamin mereka aman, bahkan unggul dari musuh.
Review Film Warfare, Realitas Teror, Kacau Dan Konyolnya Perang
Ending film ini memiliki kesimpulan yang bisa dibilang black comedy (komedi dari situasi yang justru serius) yang benar-benar lucu mengenai efektif atau tidaknya perang di timur tengah dan imbasnya untuk warga lokal. Contoh bahwa WARFARE memberikan begitu banyak warna dan kedalaman hanya dari sebuah situasi konflik di daerah kecil.
Melihat penderitaan satu tentara yang terluka parah, tak terbayang penderitaan warga sipil Palestina yang dibombardir teror. Tentara memiliki prosedur untuk personilnya yang terluka, bagaimana daerah yang ambulans kerap diserang dan rumah sakit dibom? Hmm…
Film King of Kings, merupakan film animasi karya sutradara Seong-ho Jang yang berdasarkan buku The Life Of Our Lord karya Charles Dickens. Film ini berkisah mengenai Charles Dickens (Kenneth Branarg)yang menceritakan pengalaman hidup Yesus Kristus kepada anaknya, Walter (Roman Griffin Davis).
Review Film King Of Kings, Film Menyambut Paskah
Mirip dengan film King of Kings (1961) yang menggambarkan kisah hidup Yesus; film animasi ini juga menampilkan momen-momen penting dalam kehidupan Yesus mulai dari kelahiranNya, percakapan dengan para ahli Taurat di Bait Allah, mengajak Petrus dan kawan-kawan menjadi muridNya, memberi makan 5000 orang, pengkhianatan di Taman Getsemani, penyaliban di Golgota, hingga kebangkitanNya di hari ke-3 setelah wafat.
Review Film King Of Kings, Film Menyambut Paskah
Tantangan yang dihadapi film keluaran Angel Studios (Sound of Freedom) ini adalah menceritakan suatu kisah yang sering dibaca dan didengar oleh umat Kristen agar tetap menarik saat ditonton; yang cukup berbeda adalah Walter tidak hanya digambarkan sebagai pendengar tapi juga seolah-olah menjadi saksi apa yang dialami oleh Yesus, yang terlihat kurang konsisten adalah di awal-awal para tokoh dalam kisah Yesus tidak dapat berinteraksi dengan mereka.
Review Film King Of Kings, Film Menyambut Paskah
Namun mulai di pertengahan terlihat Walt dapat berinteraksi dengan Yesus ataupun tokoh-tokoh lainnya. Selain itu untuk menarik penonton sebanyak-banyaknya, King of Kings memakai banyak bintang Hollywood antara lain Uma Thurman, Mark Hamill, Ben Kingsley, dll. Untuk kualitas animasinya sudah bagus walau lipsync nya masih perlu peningkatan.
Overall, King of Kings dapat menjadi film animasi untuk ditonton saat Paskah karena mengajarkan teladan Yesus Kristus dan karena film ini ditujukan untuk anak-anak maka tidak ada darah saat Yesus disiksa dan disalib serta tidak ada adegan saat lambung Yesus ditusuk tombak oleh prajurit Romawi.