TV & Movies
Disney+ Hotstar Hadirkan Beragam Pengalaman Spesial Untuk Merayakan Perilisan “Taylor Swift | The Eras Tour (Taylor’s Version)”

www.gwigwi.com – Film konser “Taylor Swift | The Eras Tour (Taylor’s Version)” tayang hari ini secara eksklusif di Disney+ Hotstar. “Taylor Swift | The Eras Tour (Taylor’s Version)” merupakan film konser secara keseluruhan dan mencakup lagu “cardigan”, serta empat lagu akustik tambahan seperti “Maroon”, “Death By A Thousand Cuts”, “You Are In Love”, dan “I Can See You”. Dalam rangka tayangnya film konser “Taylor Swift | The Eras Tour (Taylor’s Version)”, Disney+ Hotstar menghadirkan pengalaman spesial kepada para penggemar berupa instalasi photo spot yang terinspirasi dari The Eras Tour dan desain User Interface (UI) spesial pada platform streaming Disney+ Hotstar yang terinspirasi dari album-album Taylor Swift.

Disney+ Hotstar Hadirkan Beragam Pengalaman Spesial Untuk Merayakan Perilisan “taylor Swift | The Eras Tour (taylor’s Version)”
Para penggemar Taylor Swift dapat mengunjungi instalasi photo spot yang terinspirasi dari The Eras Tour mulai 14 Maret hingga 3 April 2024 di Ground Floor Pacific Place Mall, Jakarta Selatan pada pukul 10.00 – 21.30 WIB. Melalui instalasi ini, para penggemar dapat merasakan suasana dan pengalaman menarik yang terinspirasi dari karya-karya yang dimiliki oleh penyanyi sekaligus penulis lagu tersebut.
Selain itu, para penggemar juga dapat menikmati desain UI spesial di platform streaming Disney+ Hotstar. Tayangan di Disney+ Hotstar dikategorikan berdasarkan album dari Taylor Swift, mulai dari album Fearless dengan kategori tayangan super hero dan penuh petualangan ; album Speak Now dengan kumpulan tayangan penuh keajaiban, princess, dan dragons ; album Red yang menghadirkan rekomendasi tayangan dengan tema poster berwarna merah ; album 1989 mengkategorikan tayangan klasik dari tahun lahir Taylor Swift ; album reputation dengan kategori tayangan big reputations, end-games, dan snakes ; album Lover dengan tema tayangan romansa dan alunan lagu; album folklore dengan tayangan cottagecore, folklore, dan fabel ; album evermore menampilkan tayangan dongeng cinta, petualangan penyihir, dan keindahan hutan ; serta album Midnights menampilkan nuansa gemerlap di malam hari. Tampilan desain user interface di Disney+ Hotstar ini dapat dinikmati mulai hari ini sampai 18 Maret pukul 12.00 WIB.

Disney+ Hotstar Hadirkan Beragam Pengalaman Spesial Untuk Merayakan Perilisan “taylor Swift | The Eras Tour (taylor’s Version)”
Pengalaman sinematik yang mencetak sejarah dari artis pemenang GRAMMY® sebanyak 14 kali, “Taylor Swift | The Eras Tour” yang disutradarai oleh Sam Wrench, berhasil menghasilkan lebih dari $260 juta di seluruh dunia pada box office global, menjadikannya film konser terlaris sepanjang masa.
Segera kunjungi instalasi photo spot yang terinspirasi dari The Eras Tour, dan jangan lewatkan desain UI spesial platform Disney+ Hotstar dengan tema album Taylor Swift. Saksikan “Taylor Swift | The Eras Tour (Taylor’s Version)” secara eksklusif di Disney+ Hotstar.
TV & Movies
Review Film Sinners, Vampir ala Dongeng African-American

www.gwigwi.com –
Sutradara Ryan Coogler dan Michael B. Jordan. Tiap mereka tandem, tampaknya selalu…deliver. Setelah main BLACK PANTHER (2017) keduanya main bersama lagi dalam genre yang tak diduga, horror, dan tidak cuma horror biasa, no. Horror berbalut sosiokultural ras kulit hitam amerika berjudul SINNERS
Duo gangster kembar yang dipanggil Smoke dan Stack atau dikenal Smokestack (Michael B. Jordan) kembali ke kampung halaman sedari Chicago. Mereka ingin memulai bisnis yakni membuat tempat hiburan malam di mana orang kulit hitam yang lelah dengan pekerjaan dan rasisme bisa lepas bersantai bernama Club Juke.

Sepupu mereka, Samee (Miles Cotton) berbakat menyanyi blues dan diminta untuk meramaikan Club Juke. Siapa sangka nyanyiannya memanggil tamu lain. Jenis yang haus darah pimpinan Remmick (Jack O’Connel)….
SINNERS memberi banyak durasi untuk mengenalkan amerika daerah selatan masa hukum opresif bernama Jim Crow. Suka duka warga kulit hitam dan musik blues sebagai pelarian mereka. Alih-alih horror, porsi ini terasa seperti film gangster drama kalau opening film tidak menginformasikan adanya horror.
Dan mungkin itu yang bisa membuat film agak sulit di pasar. SINNERS lebih kental dengan seluk beluk kehidupan karakter dan budayanya, lalu ketika horror mulai terbangun dan dikenalkan, durasinya justru lebih lama dari bagaimana karakternya akan bertahan hidup.

Tetapi justru itulah daya tarik utama SINNERS. Filmmakernya tidak terlalu tertarik dengan kelamaan main kejar-kejaran dengan vampir, tapi bagaimana pemikiran para penghisap darah itu berembuk dengan minoritas yang susah payah hidup di bawah tekanan; apakah ikut vampir, monster tapi bebas lepas nan bersatu? Atau menjadi diri sendiri tapi nelangsa?
Tak berarti film minim teror, no. Vampir di SINNERS itu menikmati hidupnya; santai, bernyanyi dan menari dengan semangat di hadapan mangsanya yang ketakutan. Adegan mereka berkumpul dan “berpesta” di depan Smoke dan lainnya terkepung, itu mungkin salah satu adegan horror ter..creepy tahun ini.

Remmick si vampir, wah, kharismatik, lepas, mungkin salah satu depiksi vampir yang…wah.
Di beberapa adegan scare lain pun, Ryan Coogler seakan menolak mengadegankannya dengan cara konvensional, tetapi tetap familiar dan tentunya menegangkan.
Musik blues menjadi pelarian Slim (Delroy Lindo) saat mengingat nasib temannya, dan sepertinya itulah muara pesan SINNERS; derita dan senang yang akhirnya terekspresikan dengan musik yang indah dan menggetarkan jiwa. Sukacita singkat di Club Juke dan mimpi buruk diserbu vampir setelahnya, seakan gambaran dari sulitnya minoritas untuk bersatu dan bahagia, namun akhirnya mampu bertahan dan mengubah memori itu menjadi karya indah.
TV & Movies
Review Film Warfare, Realitas teror, kacau dan konyolnya perang

Sekelompok tentara; Sam (Joseph Quinn), Erik (Will Poulter), Tommy (Kit Connor), Ray (D’Pharaoh-A-Tai), Frank (Taylor John Smith), Brian/Zawi (Noah Centineo) dan lainnya, sedang kegirangan menonton video klip seperti anak-anak SMA di markas yang terang benderang.
Kontras dengan gelapnya malam, disiplin dan senyapnya saat mereka melakukan operasi. Keputusan untuk main ambil rumah orang untuk dijadikan markas, dan menjebol dinding rumah tanpa izin, langsung bercerita sisi arogan militer Amerika tanpa banyak bicara.

Ya, WARFARE tidak memiliki build up cerita ala Hollywood standar dengan mengenalkan latar belakang satu-persatu tentaranya, tetapi langsung menaruh penonton di situasi perang; menunggu, baku tembak dan teriakan tentara terluka.
Dialog ala soap opera drama diganti dengan beragam istilah militer untuk mengawasi sekitar tempat bersembunyi, kode untuk bergerak bersama dan meminta bantuan melalui radio. Konsisten menunjukkan realisme perang.

Meski tak banyak dialog, suspense peperangan selalu jelas, selalu meningkat ketegangannya dan selalu asik ditunggu apa yang akan terjadi berikutnya.
Sutradara Alex Garland sebelumnya mendirect CIVIL WAR, yang memiliki adegan perang mumpuni berkesan realistis, ngegas lebih lagi untuk WARFARE. Tidak sendiri, dia ditemani Ray Mendoza, di mana ide cerita film berasal dari pengalamannya di Perang Irak. Kaya akan desingan peluru, teriakan baik perintah atau permintaan tolong, ledakan yang membuat kuping berdengung lama dan terpojoknya mereka dihujani pelor dari bermacam sisi.

Adegan perang di WARFARE saat sedang panasnya, bisa membuat meringis melihat tentara terluka parah, lelah dengan gaduhnya serangan dari bermacam arah dan merasa tidak pasti karena kacaunya situasi. Sehabis nonton, rasanya masih ada debu bekas baku tembak menempel di baju dan masih terngiang riuhnya perang.
Itulah yang..wah dari WARFARE, kuat visualnya justru bercerita banyak dibanding film perang lain yang banyak mulut.
Dari intensnya situasi hidup dan mati bisa dipahami para tentara ini sangat akrab dengan satu sama lain bak saudara kandung; bagaimana mereka melihat rumah warga sebagai objek militer tanpa mempedulikan pemilik rumah setuju atau tidak; jenuh dan lelahnya harus selalu siap kapan pun juga mengawasi sekitar dan yang paling menariknya; dan paling..wah ternyata dengan segala banyaknya personil, pesawat tempur, intel, peralatan militer dan tank, tak menjamin mereka aman, bahkan unggul dari musuh.

Ending film ini memiliki kesimpulan yang bisa dibilang black comedy (komedi dari situasi yang justru serius) yang benar-benar lucu mengenai efektif atau tidaknya perang di timur tengah dan imbasnya untuk warga lokal. Contoh bahwa WARFARE memberikan begitu banyak warna dan kedalaman hanya dari sebuah situasi konflik di daerah kecil.
Melihat penderitaan satu tentara yang terluka parah, tak terbayang penderitaan warga sipil Palestina yang dibombardir teror. Tentara memiliki prosedur untuk personilnya yang terluka, bagaimana daerah yang ambulans kerap diserang dan rumah sakit dibom? Hmm…
TV & Movies
Review Film King Of Kings, Film Menyambut Paskah

Film King of Kings, merupakan film animasi karya sutradara Seong-ho Jang yang berdasarkan buku The Life Of Our Lord karya Charles Dickens. Film ini berkisah mengenai Charles Dickens (Kenneth Branarg)yang menceritakan pengalaman hidup Yesus Kristus kepada anaknya, Walter (Roman Griffin Davis).

Mirip dengan film King of Kings (1961) yang menggambarkan kisah hidup Yesus; film animasi ini juga menampilkan momen-momen penting dalam kehidupan Yesus mulai dari kelahiranNya, percakapan dengan para ahli Taurat di Bait Allah, mengajak Petrus dan kawan-kawan menjadi muridNya, memberi makan 5000 orang, pengkhianatan di Taman Getsemani, penyaliban di Golgota, hingga kebangkitanNya di hari ke-3 setelah wafat.

Tantangan yang dihadapi film keluaran Angel Studios (Sound of Freedom) ini adalah menceritakan suatu kisah yang sering dibaca dan didengar oleh umat Kristen agar tetap menarik saat ditonton; yang cukup berbeda adalah Walter tidak hanya digambarkan sebagai pendengar tapi juga seolah-olah menjadi saksi apa yang dialami oleh Yesus, yang terlihat kurang konsisten adalah di awal-awal para tokoh dalam kisah Yesus tidak dapat berinteraksi dengan mereka.

Namun mulai di pertengahan terlihat Walt dapat berinteraksi dengan Yesus ataupun tokoh-tokoh lainnya. Selain itu untuk menarik penonton sebanyak-banyaknya, King of Kings memakai banyak bintang Hollywood antara lain Uma Thurman, Mark Hamill, Ben Kingsley, dll. Untuk kualitas animasinya sudah bagus walau lipsync nya masih perlu peningkatan.
Overall, King of Kings dapat menjadi film animasi untuk ditonton saat Paskah karena mengajarkan teladan Yesus Kristus dan karena film ini ditujukan untuk anak-anak maka tidak ada darah saat Yesus disiksa dan disalib serta tidak ada adegan saat lambung Yesus ditusuk tombak oleh prajurit Romawi.
-
Film Anime2 weeks ago
Review Anime Watashi no Shiawase na Kekkon Episode 12: Menggunakan 2 Kekuatan Untuk Menyelamatkan Calon Suami
-
Film Anime2 weeks ago
Review Anime Watashi no Shiawase na Kekkon Episode 4: Awal Dari Titik Balik Sebuah Kebahagian
-
Film Anime2 weeks ago
Review Anime Watashi no Shiawase na Kekkon Episode 10: Masa Lalu Ibu Miyo dan Kekuatan Sesungguhnya
-
Film Anime2 weeks ago
Review Anime Watashi no Shiawase na Kekkon Episode 1: Awal Pertemuan Dengan Calon Suami
-
Film Anime2 weeks ago
Review Anime Watashi no Shiawase na Kekkon Episode 9: Konflik Antara Pihak Keluarga Dengan Kaisar
-
Film Anime2 weeks ago
Review Anime Watashi no Shiawase na Kekkon Episode 3: Kencan Pertama Bersama Calon Suami
-
TV & Movies4 weeks ago
Review Film Disney’s Snow White, Unexpectedly Good
-
Music4 weeks ago
Maebashi Witches Tayang Perdana April 2025! Tema Pembukaan Ukuran Penuh “Sugosugo Maebashi Witches!” Sekarang Tersedia untuk Streaming